BAB II
LANDASAN
TEORI
Penelitian survei adalah suatu penyelidikan
yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari
keterangan secara faktual untuk mendapatkan kebenaran. Fink dan Kosecoff secara
lebih tegas mendefinisikan penelitian survei sebagai suatu metode pengumpulan
data dan informasi secara langsung dari orang-orang tertentu yang dijadikan
objek penelitian tentang perasaan, motivasi, rencana, keyakinan, personalitas,
pendidikan dan latar belakang finansial mereka tergantung dari sasaran
penelitian.
Metode survei pada umunya
menggunakan instrumen kuisioner (questionnaire) yang diisi
oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode
tertentu. Pengisian kuisioner dilakukan dengan atau tanpa bantuan surveyor
tergantung kebutuhannya. Metode pengumpulan data dan informasi dalam survei
juga sering menggunakan teknik wawancara baik dalam jarak dekat ataupun jarak
jauh. Beberapa sumber informasi lain yang juga tidak jarang digunakan dalam
penelitian survei ialah: observasi langsung terhadap objek, uji kinerja (performance
test) terhadap objek, test tertulis tentang kemampuan, pengetahuan, atau
sikap dari objek, review terhadap
catatan, dokumen diri tentang kesehatan, pendidikan objek, dan lain-lain.
Sampling adalah proses penarikan sampel dari populasi melalui
mekanisme tertentu melalui makna karakteristik populasi yang dapat diketahui atau
didekati. Kata mekanisme tertentu mengandung makna bahwa baik jumlah elemen
yang ditarik maupun cara penarikan harus mengikuti atau memenuhi aturan
tertentu agar sampel yang diperoleh mampu merepresentasikan karakteristik
populasi dari mana sampel tersebut diambil atau ditarik.
2.2.1. Probability Sampling
Dalam probability sampling
setiap elemen dari populasi diberi kesempatan untuk ditarik menjadi anggota
dari sampel. Rancangan atau metode probability
sampling ini digunakan apabila faktor keterwakilan (representiveness) oleh sampel terhadap populasi sangat dibutuhkan
dalam penelitian antara lain agar hasil penelitian dapat digeneralisasi secara
lebih luas.
2.2.1.1. Simple Random Sampling
Dalam simple random sampling
yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap
elemen dari populasi yang akan diteliti mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk
terpilih sebagai anggota sampel. Dikatakan tidak terbatas (unrestricted) karena
semua elemen diperlakukan sama dalam arti semuanya mempunyai kesempatan
terpilih yang sama walaupun karakteristik masing-masing mungkin tidak sama.
Cara penarikan sampel berdasarkan simple random sampling
memiliki bias yang relatif kecil dan memberikan kemampuan generalisasi yang
tinggi. Namun, penggunaan metode ini terbatas pada kondisi populasi yang
memiliki elemen dengan karakteristik atau property yang tidak
berfluktuasi besar. Simple random sampling mensyaratkan
bahwa elemen populasi haruslah relatif homogen.
2.2.1.2. Systematic Sampling
Systematic sampling merupakan suatu metode pengambilan sampel dari populasi
dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke n dari populasi tersebut mulai
dari urutan yang dipilih secara random diantara nomor 1 hingga n.
Seperti halnya simple random sampling, systematic sampling
juga mempunyai keterbatasan jika digunakan secara luas karena metode ini tetap
mensyaratkan homogenitas elemen populasi walaupun tidak sekeras yang
dipersyaratkan metode simple random sampling.
Metode systematic sampling
pada umunya digunakan dalam pemeriksaan mutu proses atau produk dalam industri
manufaktur yang bersifat continue dan flow process seperti
industri penyulingan minyak, industri semen, pupuk, dan lain sejenisnya.
Sementara proses berjalan, bahan dan produk mengalir secara kontinu, sampel
perlu diambil secara periodik dalam selang waktu tertentu. Misalnya proses
berlangsung 24 jam sehari dan dalam sehari diperlukan pemeriksaan sebanyak 48
sampel, maka penarikan sampel silakukan setiap setengah jam. Dalam
penelitian survei pemasaran, metode ini juga sering digunakan dimana daftar
pelanggan dalam buku petunjuk telepon dijadikan populasi.
2.2.1.3. Stratified Random Sampling
Penarikan sampel menurut metode stratified
random sampling merupakan perluasan sekaligus mengatasi kelemahan dari
metode simple random sampling. Pada metode stratified
random sampling, strata elemen dalam populasi mendapat perhatian sehingga
populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada. Strata
dalam populasi dapat tingkatan tersebut relevan dengan sasaran penelitian. Beberapa contoh strata yang dimaksud antara lain
ialah strata dalam pendapatan, pendidikan, jabatan, usia, status, dan
lain-lain.
Stratified random sampling sesuai dengan sebutannya berkenaan dengan proses
stratifikasi populasi dan penarikan sampel dari setiap strata dilakukan dengan
metode simple random sampling. Artinya,
jika populasi terdiri dari 3 strata maka pada setiap strata yaitu strata
pertama, kedua dan ketiga dilakukan penarikann sampel menurut metode simple random sampling ataupun systematic
sampling karena setiap elemen dalam masing-masing strata telah dianggap
homogeny dalam hal karakteristik yang menjadi perhatian penelitian. Keunggulan dari metode stratified random
sampling ini ialah kemampuannya menghasilkan informasi yang dibutuhkan
menurut stratanya. Oleh karena itu, perbedaan lokasi,
bagian dan lain-lain yang sifatnya tidak menunjukkan situasi yang berjenjang
tidak layak dijadikan strata dalam penarikan sampel.
Tergantung pada besarnya jumlah elemen dalam
masing-masing strata, stratified random sampling dapat dilakukan secara
proporsional (proportionate stratified random sampling) ataupun secara
tidak proporsional (disproportionate stratified random sampling). Pada metode proportionate random sampling, proporsi elemen dalam
sampel sebanding dengan proporsi besar strata dalam populasi. Pada metode proportionate
stratified random sampling ,
penarikan sampel dari setiap strata dengan cara demikian dinilai cukup baik
karena setiap strata dalam sampel terwakilis secara proporsional. Disproportionate stratified random sampling juga baik untuk digunakan apabila salah satu
strata atau lebih terlalu besar atau lebih terlalu kecil relatif terhadap besar
strata lainnya atau juga dalam strata tertentu masih ditemukan variabilitas
yang cukup besar
2.2.1.4. Cluster Sampling
Dalam banyak kejadian, populasi
berada dalam keadaan seperti terkotak-kotak dimana masing-masing kotak
menunjukkan karakteristik yang berbeda. Metode
penarikan elemen dari masing-masing cluster
dapat menggunakan salah satu metode dari simple
random sampling, systematic sampling,
atau stratified random sampling
tergantung dari karakteristik elemen dalam masing-masing cluster seperti telah diuraikan di atas. Metode cluster sampling ini sangat efisien
dari segi waktu dan pembiayaan tetapi mengandung bias yang lebih besar
dibanding dengan metode lain dan hasilnya juga sangat sulit digeneralisasi.
Dalam prakteknya, cluster
sampling sering dilakukan dengan multi stage (multistage cluster
sampling). Misalnya, penelitian tentang pola hidup para nasabah di suatu
provinsi dilakukan. Jumlah perusahaan perbankan yang beroperasi di provinsi
tersebut demikian banyak sehingga perlu dipilih secara random perusahaan
bank apa saja yang akan diteliti. Karena perusahaan perbankan yang terpilih
juga mempunyai banyak kantor cabang maka sejumlah kantor cabang dari perusahaan
yang terpilih dalam tahap pertama dipilih pula berdasarkan wilayah domisilinya
sebanyak yang ditentukan. Pada tahap ketiga, pemilihan secara random kantor
bank pada setiap wilayah yang terpilih dalam tahap kedua. Metode sampling
secara bertingkat ini dengan cepat mereduksi jumlah nasabah yang akan dijadikan
sebagai populasi penelitian.
2.2.1.5. Area Sampling
Area sampling sangat mirip bahkan sering
digabung dalam cluster sampling. Dalam area sampling, cluster
dari populasi adalah perbedaan lokasi geografis (geographycal areas)
dari populasi. Seperti halnya dengan cluster sampling, area sampling
juga dilakukan dengan cara memilih secara random area investigasi
dan pada area terpilih dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan salah
satu metode simple random sampling, systematic sampling,
atau stratified random sampling, sesuai dengan kondisinya.
Dalam area sampling juga dapat dilakukan multi-stage sampling kalau
diperlukan.
2.2.2. Non-probability
Sampling
Berbeda halnya dengan probability
sampling, pada non-probability sampling, setiap elemen populasi yang
akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan probabilitas yang melekat
pada setiap elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing
elemen. Hal ini mengindikasikan bahwa temuan-temuan dari analisis terhadap
sampel terpilih tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi tetapi untuk mendapatkan
informasi awal yang cepat dengan cara yang murah. Dalam banyak kejadian non-probability
sampling sering merupakan metode yang terpaksa dilakukan karena kondisi
tertentu metode lain tidak mungkin digunakan.
2.2.2.1. Convenience Sampling
Seperti disebutkan oleh namanya, convenience
sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya
adalah orang-orang yang secara suka rela menawarkan diri (conveniencely available)
dengan alasan masing-masing. Misalnya, suatu perusahaan industri makanan
seperti makanan dalam kemasan kaleng ingin mendapatkan informasi tentang
bagaimana pandangan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan. Untuk itu,
perusahaan membawa produk-produk tersebut ke pasar dan menawarkan kepada siapa
saja yang bersedia mencicipi dan memberikan informasi tentang mutu produk
tersebut menurut penilaian masing-masing. Convenience sampling sering
digunakan selama fase exploratory dari
sebuah projek penelitian telah dianggap sebagai metode paling baik untuk
mendapatkan informasi awal secara cepat dengan biaya yang murah.
2.2.2.2. Purposive Sampling
Purposive sampling adalah metode sampling non-probability
yang menggunakan orang-orang tertentu (specific target-group) sebagai sumber data/informasi. Orang-orang
tertentu yang dimaksud di sini adalah individu atau kelompok yang karena
pengetahuan, pengalaman, jabatan, dan lain-lain yang dimilkinya menjadikan
individu atau kelompok tersebut perlu dijadikan sumber informasi. Individu atau
kelompok khusus ini langsung dicatat namanya sebagai responden tapa melalui
proses seleksi secara random. Misalnya, jika penelitian
terkait adalah mengenai pengaruh kandungan teknologi dalam produk terhadap
kepuasan pelanggan makan orang-orang di Departemen R dan D baik secara individu
maupun secara kelompok karena pengetahuannya yang mendalam tentang teknologi
produksi perlu dijadikan sumber data. Biasanya jumlah responden dalam purposive sampling sangat terbatas.
Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement
sampling dan quota sampling. Judgement sampling adalah
suatu tipe pertama purposive sampling dimana responden terlebih
dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu karena kemampuannya atau kelebihannya
diantara orang-orang lain dalam memberikan data dan informasi yang bersifat
khusus yang dibutuhkan peneliti. Quota sampling adalah tipe kedua
purposive sampling, dimana kelompok-kelompok tertentu dijadikan
responden (sumber data/informasi) untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan.
Pada umumnya, sejak awal penelitian kuota telah ditetapkan untuk masing-masing
kelompok berdasarkan gambaran (persentase/proporsi kelompok) dalam populasi.
Ketika
seorang peneliti telah memutuskan untuk menggunakan pendekatan statistika dalam
menentukan ukuran sampel, paling tidak harus sangat memperhatikan empat aspek
mendasar berikut ini:
1. Apa tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, apakah untuk menduga nilai rata-rata, total,
atau proporsi (persentase) populasi, dan bagaimana analisis data akan
dilakukan, cukup deskriptif atau inferensi. Mengapa kita perlu mengetahui
dengan tegas bagaimana variabel-variabel penelitian akan diukur. Sebabnya
adalah, kalau variabel penelitian sifatnya katageorial, artinya akan
menghasilkan pengukuran dalam skala nominal, dan deskripsi datanya menggunakan
frekuensi yang sering ditampilkan dalam bentuk proporsi atau persentase.
Sedangkan kalau ukuran variabel dalam skala interval atau rasio, sering dideskripsikan
dengan nilai rata-rata (mean), atau total. Sementara itu, dalam penentuan
ukuran sampel melalui 4 model pendekatan statistika, terdapat rumus-rumus yang
berlainan untuk pengukuran rata-rata, total, maupun proporsi.
2. Berapa besar
tingkat keandalan pendugaan yang diinginkan, yaitu dengan menetapkan nilai Z
yang diambil dari tabel distribusi normal standar, atau nilai t yang diambil
dari tabel distribusi t, atau nilai χ 2 yang diambil dari tabel distribusi Chi
Kuadrat, berdasarkan pada nilai α tertentu. Dalam sebuah penelitian, pendugaan
terhadap parameter populasi yang didasarkan pada statistik sampel tidak harus
tepat betul walaupun harus tetap memperhatikan tingkat keandalannya. Dalam
menduga ukuran sampel, tingkat keandalan menjadi sebuah aspek yang perlu
diperhitungkan, sehingga peneliti bisa menyatakan, “dengan ukuran sampel
tertentu, kita bisa sekian persen percaya bahwa statistik yang diperoleh dari
pengukuran sampel dapat menggambarkan parameter populasinya”. Secara teknis
tingkat keandalan didekati dari nilai α untuk menentukan distribusi Z, t,
maupun χ 2 .
3. Berapa besar
galat pendugaan yang akan ditolelir. Jika yang diukur proporsi atau persentase,
maka galat pendugaan dinyatakan dalam satuan persen, sedangkan pengukuran lain
disesuaikan dengan satuan yang dipakai, misalnya kalau pengukuran memakai
satuan berat, maka galat pendugaan pun dinyatakan dalam satuan berat pula. Hal
ini perlu juga diperhitungkan dalam membangun rumus untuk penentuan ukuran
sampel. Sebab bagaimana pun sangat mungkin akan terjadi error kalau pengukuran
tidak dilakukan terhadap seluruh anggota populasi. Dalam rumus, galat pendugaan
sering diberi lambang dengan huruf d. 5
4. Bagaimana
kondisi keragaman populasi yang akan diteliti. Dalam hal ini sangat bergantung
skala pengukuran yang dipakai dalam penelitian. Jika dalam penelitian memakai
skala pengukuran interval atau rasio, maka keragaman dinyatakan dalam standar
deviasi atau varians populasi (σ 2 ), sementara kalau pengukuran berskala
nominal dengan dua kategori dinyatakan dalam proporsi P(1-P). Ukuran dispersi
menjadi salah satu landasan penting yang diperhitungkan untuk menentukan ukuran
sampel.
Sumber kerumitan masalah keputusan
bukan hanya faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun
masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya factor yang berpengaruh
terhadap pilihan-pilihan yang ada, dengan beragamnya criteria pemilihan dan
jika pembuatan keputusan yang lebih dari satu merupakan bentuk pernyelesaian
yang sangat kompleks. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mngatasi
permasalahan multikriteria tersebut dikenal dengan metode proses hierarki
analitik (Analytical Hierarchy Process-AHP).
Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode
tahun 1971-1975 di Wharton School.
Definisi dari kualitas produk adalah
mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya
tahan, kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan
reparasi produk dan ciri-ciri lainnya. Berikut beberapa dimensi kualitas
produk:
a).
Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi
utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli.
Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kita dalam membeli suatu produk.
b).
Fitur Produk
Dimensi fitur merupakan karkteristik atau
ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat
pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur
sering kali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau
pesaing tidak memiliki.
c).
Keandalan (reliability)
Dimensi keandalan adalah peluang suatu
produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya.
d). Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance
to specification)
Conformance
adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan
suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang
memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.
e).
Daya Tahan (durability)
Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu
jumlah pemakian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin
lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang awet akan dipersepsikan
lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat diganti.
f).
Kemampuan diperbaiki (serviceability)
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas
produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten.
Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan
produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
g).
Keindahan (aestethic)
Keindahan menyangkut tampilan produk yang
bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain
produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbarui “wajahnya” supaya lebih
cantik di mata konsumen.
h).
Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap
citra, merek, atau iklan. Produkproduk yang bermerek terkenal biasanya
dipersepsikan lebih berkualitas dibanding dengan merek-merek yang tidak
didengar.
Berikut
beberapa dimensi kualitas jasa:
a). Bukti langsung (tangibles)
Bukti
langsung (tangibles), meliputi
fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, dan sarana komunikasi.
b). Keandalan (reliability)
Kendala (reliability), Yakni
kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan.
c). Daya tanggap (Responsiveness)
Daya tanggap (Responsiveness) Yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan
dengan tanggap.
d). Jaminan (assurance)
Jaminan
(assurance) Yakni mencakup
pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercayakan yang dimiliki
para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
e). Empati
Empati,
meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian
pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Skala ukuran panjang seperti meter, temperature sepeti derajat,
waktu seperti detik dan uang seperti Rupiah telah digunakan dalam kehidupan
sehari-hari tmengukur bermacammam kejadian yang sifatnya fisik. Namun demikian
apakah penggunaan ukuran tersebut juga dapat dilakuakan untuk mencerminkan
perasaan pada bermacam-macam persoalan sosial, ekonomi politik. Jelas merupakan
bukan suatu jawaban yang mudah, hal ini dikarenakan ruang lingkup permasalahan
sanagat kompleks dan dengan unsure ketidakpastian yang sangat tinggi.
Variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik tidak jarang sulit
diukur seperti mengukur produk berupa rasa aman karena tidak hanya serangan
dari negara lain, mengukur kerugian yang diderita masyarakat karena
bermacam-macam polusi dan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari proses
industrialisasi, bagaimana caraya mengukur dan mengkuantifikasikan suatu
kesenangan karena dapat karena dapat menikmati waktu senggang dan sebagainya.
Selain itu sering ditemuai tindakan yang dilakukan perusahaan,
seringkali memberikan bermacam-macam pengaruh pada banyak segi kehidupan.
Kemudian pertanyaanya adalah bagaimana mengatakan suatu tindakan adalah lebih
baik dibanding tindakan lain?. Kesulitan menjawab pertanyaan ini disebabkan dua
alas an utama. Pertama, pengaruh yang terjadi kadang tidak dapat dibandingkan
karena suatu ukuran atau bidang yang berbeda. Kedua, pengaruh tersebut saling
bentrok artinya perbaikan pengaruh yang satu hanya dapat dicapai dengan
pemburukan pengaruh lainnya. Alas an-alasan ini akan menyulitkan dalam membuat
ekuivalensi atau pengaruh. Untuk itu dieperlukan suatu skala yang luwes yang
disebut prioritas yaitu suatu ukuran abstrak yang berlaku untuk semua skala.
Penentu prioritas inilah yang merupakan unsur penting dari penggunaan metode
AHP. Prinsip-prinsip AHP adalah (Mulyono 1996):
2.7.1. Decomposition
Setelah persoalan didefenisikan, maka perlu dilakukan
decomposition yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika
ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap
unsur-unsurnya sampai tidak bissa dilakuakan pemecahan lebih lanjut, sehingga
didapatkanbeberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Oleh karena itu maka
proses analisis dinamakan hirarki. Terdapat dua jenis hirarki yaitu lengkap dan
tidak lengkap. Dlam suatu hirarki lengkap, semua elemen yang ada pada suatu
tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya dan jika yang
terjadi adalah sebaliknya maka merupakan hirarki tidak lengkap.
2.7.2.
Comparative Judgement
Prinsip ini memberikan
penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen paa suatu tingkat tertentu
dalam kaitan dengan itngkat diatasnya. Penilaian ini adalah inti dari
penggunaan metode AHP, karena AHP akan berpengaruh terhadapa prioritas
elemen-elemen yang dibandingkan. Hasil dari penilaian ini akan disajikan dalam
bentuk matriks yang selanjutnya dinamakan dengan matriks pairwise comparison. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam menyusun
skala kepentingan adalh:
·
Elemen mana yang lebih
(penting/disukai/mungkin/…)
·
Berapa kali lebih
(penting/disukai/mungkin/…)
Agar diperoleh
skala yang bermanfaat ketika membandngkan dua elemen, seseorang yang akan
memberikan jawaban perlu memiliki pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen
yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang
dipelajari.
2.7.3.
Synthesis of
Priority
Dari setiap matriks
pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya
untuk mendapatkan local priority. Hal ini karena matriks pairwise comparison
terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus
dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda
menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemennya menurut kepentingan
relatifnya melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting.
2.7.4.
Logical
Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, pada
objek-objek serupa yang dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.
Seperti anggur dan kelerng dapat dikelompokan dalam himpunan yang seragam jika
bualatan merupakan kriterianya tetapi tidak dapat jika rasa sebagai
kriterianya. Pengertian kedua, terletak pada tingkat hubungan antara objek-objek
yang didasarkan menurut criteria tertentu. Seperti jika manis merupakan
kriteria dan madu dinilai lima kali lebih manis dibanding gula dan gula dinilai
dua kali lebih manis dibanding sirup maka seharusnya madu dinilai sepuluh kali
lebih manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai empat kali manisnya
dibanding sirup maka penilaian tersebut tidak konsisten dan poses harus diulang
lagi jika ingin memperoleh penialain yang lebih tepat.
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara
berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan Kardinal dan Ordinal. Hubungan
tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Hubungan Kardinal : aij . ajk = aik
Hubungan Ordinal : A1>Aj, Ai>Ak
maka Ai>Ak
Hubungan diatas
dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:
a.
Dengan melihat prefrensi
mulitplikatif
b.
Dengan melihat prenferensi
transitif
Pada keadaan
sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga
matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidak
konsistensi dalam preferensi seseorang. Dalam teori matriks dapat diketahui
kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada eigenvalue. Dengan mengkombinasi apa
yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai
satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap
menunjukkan eigenvalue terbesar λ
maks, nilainya akan mendekati n dan eigenvalue
sisanya akan mendekati nol.
Validitas data
ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian antara data yang
dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data. Data yang valid akan
diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Oleh karena itu, untuk
menguji validitas data maka pengujian dilakukan terhadap instrumen pengumpulan
data. Cara-cara yang umum digunakan untuk menguji
validitas instrument ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis), analisis faktor (factor analysis) dan multitrait.
Analisis korelasi dilakukan dengan
menggunakan rumus Korelasi Product Moment yang dikembangkan oleh Pearson
yaitu sebagai berikut:
Dimana:
rxy = koefisien korelasi antara X dan Y
Xi = skor variabel independen X
Yi = skor variabel independen Y
Reliabilitas
sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data yang
dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan menggunakan instrumen tersebut. Ada dua ukuran yang umum digunakan untuk mengetahui derajat
reliabilitas atau kehandalan instrumen pengumpulan data yaitu stabilitas
instrument dan konsistensi internal instrumen. Stabilitas instrument adalah
suatu ukuran yang menunjukkan derajat kestabilan instrument terhadap data yang
diperoleh dengan menggunakan instrument tersebut. Konsistensi internal
instrumen memberikan indikasi homogenitas item dalam pengukuran dalam arti
seberapa jauh instrumen tersebut menjadikan item-item yang diukur secara
bersama-sama menjadi sebuah set dan secara independen menjadi bagian yang
berarti terhadap keseluruhan.
Pengujian
reliabilitas pada umumnya dikenakan untuk pengujian stabilitas instrumen dan
konsistensi internal instrumen. Ada beberapa metode
pengujian realibilitas instrument yang umum digunakan dalam penelitian.
1. Formula Spearman-Brown
Pengujian
konsistensi instrumen dengan menggunakan formula Spearman-Brown didasarkan pada
metode split-half korelasi antar belaha pertama dan kedua dihitung menggunakan
formula sebagai berikut:
Dimana:
r11 : reliabilitas instrumen
rxy : indeks korelasi antar dua belah instrumen.
2. Formula Flanagan
Pengujian reliabilitas v=berdasarkan
formula Flanagan juga menggunakan analisis butir dan pendekatan split-half
ganjil dan genap. Formula Flanagan menggunakan variabel varians skor
butir-butir belahan pertama (ganjil), varians skor butir-butir belahan kedua
(genap) dan varians skor total butir-butir sebagai berikut:
Dimana:
r11 : reliabilitas instrumen
v1 : varians skor belahan pertama
v2 : varians skor belahan kedua
vt : varians skor total.
3. Koefisien Alpha Cronbach
Berbeda dengan ukuran reliabilitas yang telah dibahas di
atas dimana instrumen menggunakan skor 0 dan 1 untuk setiap butir pertanyaan ,
koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang
pertanyaan-pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu misalnya
antara 1 dan 5 atau antara 1 dan 10 dan sebagainya.Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:
Dimana :
r1 : reliabilitas instrumen
(koefisien Alpha Cronbach)
k : jumlah butir pertanyaan dalam instrumen
Model Kano adalah model yang bertujuan untuk
mengkategorikan atribut-atribut dari produk maupun jasa berdasarkan seberapa
baik produk/jasa tersebut mampu memuaskan kebutuhan pelanggan. Atribut-atribut
layanan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Pada kategori must be atau basic needs, pelanggan
menjadi tidak puas apabila kinerja dari atribut yang bersangkutan rendah.
Tetapi kepuasan pelanggan tidak akan meningkat jauh di atas netral meskipun
kinerja dari atribut tersebut tinggi. Dalam kategori one dimensional atau performance
needs, tingkat kepuasan pelanggan berhubungan linier dengan kinerja
atribut, sehingga kinerja atribut yang tinggi akan mengakibatkan tingginya
kepuasan pelanggan pula. Sedangkan pada kategori attractive atau excitement
needs, tingkat kepuasan pelanggan akan meningkat sangat tinggi dengan
meningkatnya kinerja atribut. Akan tetapi penurunan kinerja atribut tidak akan
menyebabkan penurunan tingkat kepuasan.
Langkah-langkah pengukuran kualitas layanan dengan
metode Kano yang sudah diadaptasikan dengan dimensi servqual yaitu:
1.
Langkah 1 Indentifikasi
atribut.
Identifikasi
atribut dilakukan dengan melakukan pengelompokan berdasarkan dimensi servqual. Dari atribut-atribut itu,
disusun prakuesioner yang dikelompokkan menurut dimensi servqual.
2.
Langkah 2 : Tes pra-kuesioner
Kano berdimensi servqual.
Pra-kuesioner
Kano disebarkan pada sepuluh konsumen untuk mengidentifikasi pertanyaan mana
yang dianggap tidak perlu oleh konsumen.
3.
Langkah 3: Kuesioner.
Dilakukan
penyusunan kuesioner sebagai contoh kuesioner yang digunakan untuk menentukan
preferensi konsumen.
4.
Langkah 4: Langkah-langkah
mengklasifikasi atribut berdasarkan model Kano
a.
menentukan kategori atribut
tiap responden berdasarkan Tabel 2.1.
b.
Menghitung jumlah masing-masing
kategori Kano dalam tiap-tiap atribut
c.
Menentukan kategori Kano untuk
tiap atribut dengan menggunakan Blauth’s
formula
Tabel 2.1. Penentuan Kategori Kano
Fungsional
|
Disfungsional
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
1
|
Q
|
A
|
A
|
A
|
Q
|
2
|
R
|
I
|
I
|
I
|
M
|
3
|
R
|
I
|
I
|
I
|
M
|
4
|
R
|
I
|
I
|
I
|
M
|
5
|
R
|
R
|
R
|
R
|
Q
|
Sumber: Kriswanto Widiawan. Pemetaan Preferensi Konsumen
Supermarket dengan Metode
Kano Berdasarkan Dimensi Servqual
Keterangan:
Q=Questionable
R=Reverse
A=Attractive
I=Indifferent
O=One dimensional
M= Must be
1=suka, 2=mengharapkan, 3=netral, 4=toleransi, dan
5=tidak suka
5.
Langkah 5: Tindakan perbaikan.
Metode suksesif interval merupakan proses mengubah data
ordinal menjadi data interval. Data ordinal sebenarnya adalah data kualitatif
atau bukan angka sebenarnya.Data ordinal menggunakan angka sebagai simbol data
kualitatif. Dalam contoh dibawah ini, misalnya:
1.
Angka 1 mewakili “sangat tidak
setuju”
2.
Angka 2 mewakili “ tidak
setuju”
3.
Angka 3 mewakili “netral”
4.
Angka 4 mewakili “setuju”
5.
Angka 5 mewakili “sangat
setuju”
Dalam banyak prosedur statistik seperti regresi,
korelasi pearson, uji t dan lain sebagainya mengharuskan data berskala
interval. Oleh karena itu, jika kita hanya mempunyai data berskala ordinal,
maka data tersebut harus diubah kedalam bentuk interval untuk memenuhi
persyaratan prosedur-prosedur tersebut.Kecuali jika kita menggunakan prosedur,
seperti korelasi Spearman yang mengujinkan data berskala ordinal; maka kita
tidak perlu mengubah data yang sudah ada tersebut. Itulah sebabnya dalam bagian
ini penulis memberikan contoh cara mengubah data berskala ordinal menjadi data
berskala interval. Pada bagian berikut akan diberikan contoh penghitungan
secara manual dan dengan menggunakan prosedur dalam Excel.
Berikut ini diberikan contoh perhitungan manual dan
menggunakan excel. Dalam contoh ini kita mempunyai skala ordinal 1 sampai
dengan 5 dimana masing masing mempunyai jumlah frekuensi masing masing
sebagaimana tertera dalam table dibawah ini:
Tabel 2.2. Jumlah Frekuensi
Skala skor ordinal
|
Frekuensi
|
1
|
13
|
2
|
75
|
3
|
36
|
4
|
24
|
5
|
76
|
∑
|
165
|
Tabel diatas mempunyai makna sebagai
berikut:
·
Skala ordinal 1 mempunyai
frekuensi sebanyak 13
·
Skala ordinal 2 mempunyai
frekuensi sebanyak 75
·
Skala ordinal 3 mempunyai
frekuensi sebanyak 36
·
Skala ordinal 4 mempunyai
frekuensi sebanyak 24
·
Skala ordinal 5 mempunyai
frekuensi sebanyak 76
Data ordinal dari data diatas akan
kita ubah menjadi data yang berskala interval sehingga menghasilkan nilai
interval sebagai berikut:
Tabel 2.3. Jumlah Frekuensi
Skala skor ordinal
|
Frekuensi
|
Nilai dalam bentuk data interval
|
1
|
13
|
1
|
2
|
75
|
2.3113
|
3
|
36
|
3.2615
|
4
|
24
|
3.8100
|
5
|
76
|
4.6027
|
Table diatas mempunyai aksud sebagai
berikut:
·
Skala ordinal 1 mempunyai
frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 1
·
Skala ordinal 2 mempunyai
frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 2.3113
·
Skala ordinal 3 mempunyai
frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 3.2615
·
Skala ordinal 4 mempunyai
frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 3.8100
·
Skala ordinal 5 mempunyai
frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 3.6027
[13]Proses mengubah data berskala ordinal menjadi data berskala interval
secara manual, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1.
Menghitung frekuensi
2.
Menghitung proporsi
3.
Menghitung proporsi kumulatif
4.
Menghitung nilai z
5.
Menghitung nilai densitas
fungsi z
6.
Menghitung scale value
7.
Menghitung penskalaan
Cara mengubah data ordinal menjadi data interval dengan
menggunakan Excel dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1.
Buka excel
2.
Klik file stat97.xla > klik enable macro
3.
Masukkan data yang akan diubah.
Dapat diketikkan atau kopi (dengan menggunakan perintah Copy - Paste) dari word atau SPSS di kolom A baris 1
4.
Pilih Add In>Statistics>Successive Interval
5.
Pilih Yes
6.
Pada saat kursor di Data Range Blok data yang ada sampai
selesai, misalnya 15 data
7.
Kemudian pindah ke Cell Output.
8.
Klik di kolom baru untuk
membuat output, misalnya di kolom B
baris 1
9.
Tekan Next
10.
Pilih Select all
11.
Isikan minimum value 1 dan maksimum value 9 (atau sesuai dengan jarak nilai
terendah sampai dengan teratas)
12.
Tekan Next
13.
Tekan Finish
Akibat ketidakpuasan yang dirasakan oleh pelanggan
akan menimbulkan kerusakan pasar atau Damage Market. Untuk itu maka
dilakukan analisis sejauh mana pasar yang ada mengalami kerusakan melalui
analisis tingkat kerusakan pasar (Market Damage Analysis). MDA mengelompokkan responden dalam empat kategori yaitu:
1.
No
action respondent : responden
yang menyampaikan keluhan yang dirasakannya terhadap suatu produk atau jasa
kepada perusahaan yang bersangkutan, namun keluhannya tersebut tidak
ditanggapi.
2.
Action
respondent : responden
yang menyampaikan keluhan yang dirasakannya terhadap produk atau jasa kepada
perusahaan yang bersangkutan, namun keluhannya tersebut ditanggapi.
3.
No complaint respondent : responden mempunyai masalah tetapi tidak mengajukan komplain.
4.
Hazel free (no problem
respondent) : responden yang tidak punya masalah.
2.14.
Switching Index
Pelanggan yang puas maupun tidak puas dianalisis keinginannya
berpindah ke pesaing, yang diukur dengan switching index (SwI) merupakan gambaran besar probabilitas
pelanggan yang ingin pindah ke pesaing.
Switching Index
memiliki nilai antara 0-1.
Nilai 0.0 : Responden tetap setia
Nilai 0.5 : Responden ragu-ragu
Nilai 1.0 : Responden pasti pindah ke pesaing
2.15.
Satisfaction
Index
Tingkat kepuasan pelanggan pada masing-masing jenis prilaku
(pengelompokan MDA) diukur dengan satisfaction index (SI).
SI dihitung dengan cara meminta responden untuk memilih salah satu dari
lima skala likert yang telah
ditentukan terlebih dahulu yang menggambarkan tingkat kepuasan mereka terhadap
pelayanan yang diberikan. Skala likert yang digunakan sebagai berikut :
1.
Sangat tidak puas
2.
Tidak puas
3.
Cukup
4.
Puas
5.
Sangat puas
Software Super Decision digunakan untuk
membantu menyelesaikan kasus AHP dan ANP dengan komputer. Tahapan pembuatan
model dan pengolahan data dengan software
Super Decisions adalah sebagai berikut :
1.
Mengaktifkan Piranti Lunak Super Decisions
Cara untuk memulai penggunaan piranti lunak Super
Decisisons adalah klik ikon seperti Gambar 2.1. sebanyak 2 kali.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.1. IconSuper Decisions
Setelah itu akan muncul tampilan seperti Gambar 2.2. sebagai tempat
untuk
pembuatan model ANP.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.2.Tampilan Awal Super Decisions
2.
Membuat Kelompok Kriteria
Pembuatan kelompok dilakukan dengan cara meng-klik menu Design, kemudian sorot Cluster dan pilih New.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.3. Pembuatan Kelompok
Selanjutnya muncul kotak dialog seperti Gambar 2.4.
untuk diisi nama kelompok dan deskripsinya; misalnya untuk kelompok pertama
adalah Alternatives. Setelah itu klik
Save untuk menyimpan kelompok atau klik Create
Another untuk membuat kelompok lainnya, sehingga akan muncul tampilan
seperti Gambar 2.5.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.4.Kotak Dialog untuk Nama dan Deskripsi Kelompok
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.5. Pembuatan Kelompok Alternatives
3.
Membuat Sub Kriteria dalam
Kelompok
Setiap kelompok terdiri dari
beberapa sub kriteria. Untuk membuat sub kriteria tersebut, maka klik di sudut
kiri atas pada menu kelompok Alternatives,
kemudian pilih Create nodein cluster
seperti pada Gambar 2.6.
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.6. Pembuatan Sub Kriteria dalam Kelompok
Alternatives
Selanjutnya akan muncul kotak dialog
seperti gambar 2.7. untuk diisi nama sub kriteria dan deskripsinya; misalnya
McDonald’s. Setelah itu klik Saveuntuk
menyimpan sub kriteria atau klik Create
Another untuk membuat sub kriteria lainnya, sehingga akan muncul tampilan
seperti gambar 2.8.
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.7.Kotak Dialog untuk Nama dan Deskripsi Sub Kriteria dalam Kelompok Alternatives
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.8.Pembuatan Sub Kriteria McDonald’s dalam Kelompok Alternatives
4.
Menentukan Hubungan Saling
Ketergantungan Antar Kriteria
Hubungan saling ketergantungan antar
kriteria dibuat dengan cara pilih sub kriteria, misal sub kriteria Price pada kelompok Other, kemudian klik kanan petikus (mouse) dan pilih Node
Connection Form seperti pada Gambar 2.9.
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.9.Penentuan Hubungan Saling Ketergantungan
Antar Kriteria
Selanjutnya akan muncul kotak dialog
seperti Gambar 2.10. pilih sub kriteria yang mempengaruhi Price, misalnya Location
dan Promotion, lalu klik Okay.
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.10. Kotak Dialog Untuk Menentukan Sub
Kriteria yang Berhubungan dengan Sub
Kriteria Price
Setelah itu pada model akan muncul
anak panah yang merepresentasikan hubungan saling ketergantungan tersebut
seperti terlihat pada Gambar 2.11.
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.11. Hubungan Saling Ketergantungan pada Sub
Kriteria Price
Anak panah yang lurus menunjukkan
hubungan saling ketergantungan subkriteria antar kelompok (outer dependency), sedangkan anak panah yangmelingkar menunjukkan
hubungan saling ketergantungan sub kriteria dalamsatu kelompok (inner dependency). Setelah sub kriteria
yang mempunyaihubungan ketergantungan telah dihubungkan semua, maka bisa
dikatakanmodel ANP untuk prediksi pangsa pasar hamburger sudah selesai seperti
yangterlihat pada gambar 2.12.
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar2.12.Model ANP untuk Prediksi
Pangsa Pasar Hamburger
5.
Memasukkan Data Perbandingan
Berpasangan Antar Kriteria
Data hasil kuesioner dimasukkan dengan cara klik Assess/Compare pilih NodeComparisons seperti gambar 2.13.
Kemudian akan muncul kotak dialog seperti gambar 2.14. untuk memilih kriteria
kontrolnya; misalnya sub kriteria Creativity
sebagai kriteria kontrol untuk perbandingan berpasangan antar sub kriteria
dalam kelompok Other, maka tentukan With respect to node: Creativity dan Cluster: Other;
selanjutnya klik Do Comparison.
Sedangkan untuk memasukkan data bisa dengan 2 cara; yaitu bentuk kuesioner
seperti gambar 2.15. atau bentuk matriks seperti gambar 2.16.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.13. Pengisian Data Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar
2.14.Kotak Dialog untuk Memilih Kriteria Kontrol pada Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.15. Tampilan Berbentuk Kuesioner untuk
Mengisi Data Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria dalam Kelompok Other
dengan Creativity Sebagai Kriteria
Kontrol
Sumber:
Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.16. Tampilan Berbentuk Matriks untuk Mengisi
Data Perbandingan Berpasangan Antar
Sub Kriteria dalam Kelompok Other dengan Creativity
Sebagai Kriteria Kontrol
Metode Analytic Hierarchy Process
(AHP) merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan
terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Metode
ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari permasalah yang ingin
dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin dicapai atau
goal, criteria dan alternatif pilihan dari kriteria tersebut. Kemudian membuat
matriks perbandingan berpasangan (pair-wise
comparison matrix) untuk mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara
elemen yang satu dengan yang lain. Pada matriks tersebut akan dicari bobot dari
tiap criteria atau alternative dengan cara menormalkan rata-rata geometrik dari
penilian decision maker. Bobot prioritas global diperoleh dengan mengalikan
bobot prioritas lokal dari kriteria dengan bobot prioritas lokal dari
alternatif keputusan.
Analisis sensitivitas pada AHP dapat terjadi untuk memprediksi keadaan
apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot
prioritas karena adanya perubahan kebijaksanan sehingga muncul usulan
pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa
yang perlu dilakukan. Analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah
hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk
suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan
yang cukup dilakukan dengan analisa sensitivitas untuk melihat efek yang
terjadi.
2.18.
Jurnal Internet
2.18.1.
Sebuah Pendekatan Pemilihan Metode
Evaluasi Dengan Penerapan Interactive
Adaptive Systems Dengan Menggunakan Metode AHP
2.18.1.1.Pendahuluan
Penggunaan Interactive Adaptive Systems
(IAS) telah menjadi semakin penting dalam beberapa tahun terakhir, dengan
aplikasi yang berkembang dari sistem ini di banyak daerah seperti pendidikan,
museum, transportasi, e-commerce,
dll. Namun, dalam prakteknya, masih banyak kekurangan dan pertanyaan terbuka
tentang sistem adaptif. Evaluasi menyeluruh dan ketat sistem adaptif interaktif
penting. Hal ini penting tidak hanya untuk mengevaluasi tetapi juga untuk
memastikan bahwa evaluasi menggunakan metode yang tepat sejak metode yang salah
dapat menyebabkan kesimpulan yang salah. Evaluasi sistem adaptif interaktif
menantang karena sifat dari adaptivity dan implikasi yang adaptif sistem
memiliki interaksi. Berbagai metode dan pendekatan dapat diterapkan dalam
rangka untuk mengevaluasi sistem ini. Masalah pilihan mengenai metode evaluasi
adalah sumber dari banyak kesulitan untuk evaluator pemula, dan bahkan untuk
orang-orang ahli. Bahkan, keragaman metode evaluasi melibatkan kesulitan dalam
pilihan yang paling tepat untuk evaluasi IAS tergantung pada kendala evaluasi
tertentu. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Untuk mengatasi masalah ini, kami
mengusulkan dalam makalah ini pendekatan pendukung keputusan untuk pilihan
evaluasi metode berdasarkan Analytical
Hierarchy Process (AHP).
2.18.1.2. Metode Evaluasi Interaktif Adaptif
Sistem
pertanyaan penelitian kami membahas pilihan metode evaluasi yang tepat, dengan
mempertimbangkan kendala evaluasi tertentu (misalnya, sumber persyaratan, jenis
IAS, dll). Dengan tujuan studi kelayakan, fokus akan berada di empat user-
berpusat metode evaluasi yang digunakan dalam hubungannya dengan evaluasi
berlapis IAS. Metode UCE akan terdaftar maka menurut lapisan adaptasi yang
berbeda di mana mereka dapat terjadi. Empat metode UCE adalah:
user-sebagai-penyihir, evaluasi heuristik, kelompok fokus, dan uji pengguna.
Metode ini dianggap representatif. Perlu dicatat bahwa pendekatan yang
diusulkan dapat digunakan dalam kasus metode evaluasi yang berbeda untuk sistem
adaptif interaktif. Berikut sub-bagian menyajikan gambaran dari evaluasi
berlapis dan empat metode evaluasi dianggap berpusat pengguna.
a. Layered Evaluasi
Perbedaan penting antara evaluasi
(non-adaptif) sistem adaptif dan teratur adalah bahwa evaluasi sistem adaptif
tidak dapat mempertimbangkan sistem secara keseluruhan. Banyak peneliti
merekomendasikan penggunaan pendekatan berlapis dalam menilai sistem adaptif
interaktif. Pendekatan evaluasi ini tidak memperlakukan evaluasi sebagai proses
"monolitik" melainkan membaginya menjadi lapisan. Setiap lapisan dari
IAS mencerminkan tahap/komponen adaptasi; sehingga dievaluasi secara independen
dari orang lain.
b. Metode Relevan User-Centred
Evaluasi
Metode Heuristic
Evaluation, Focus Group, dan User Uji Metode evaluasi yang berpusat
pengguna untuk sistem adaptif interaktif telah direkomendasikan oleh beberapa
peneliti, di mana semua tahapan evaluasi dapat memberikan umpan balik untuk
memodifikasi basis pengetahuan dari sistem itu sendiri. Metode UCE membantu
evaluator untuk mendeteksi masalah nyata yang dihadapi oleh pengguna pada saat
pelaksanaan tugas mereka dengan sistem. Banyak metode evaluasi yang berpusat
pengguna telah diidentifikasi dalam IAS literatur (misalnya, wawancara, focus group, evaluasi heuristik,
berpikir protocol keras, review ahli,
desain paralel, walkthrough kognitif,
penyihir simulasi oz, kuesioner, desain berbasis skenario, analisis tugas ,
dll). Seperti telah disebutkan, untuk studi kelayakan kita fokus pada empat
metode UCE terkait dengan lapisan adaptasi sistem adaptif. Pendekatan yang
diusulkan dapat digunakan untuk metode evaluasi IAS yang berbeda. Metode UCE
yang dipilih adalah: user-sebagai-penyihir,
evaluasi heuristik, kelompok fokus, dan uji pengguna.
2.18.1.3. Sebuah Survei Yang Ada Sistem
Pendukung Keputusan Dalam
Sistem pendukung keputusan disebutkan
diusulkan untuk digunakan untuk reguler (non-adaptif) sistem. Studi yang ada
tidak melaporkan yang metode evaluasi yang akan digunakan untuk konteks
evaluasi spesifik sistem adaptif interaktif. Karena tidak ada penelitian telah
membahas masalah ini sebelumnya, tujuan kami adalah untuk mengusulkan
pendekatan pendukung keputusan yang akan memberikan bimbingan awal untuk
evaluasi sistem adaptif interaktif. Untuk pengetahuan kita, pendekatan seperti
itu tidak memiliki setara dalam evaluasi bidang sistem adaptif interaktif.
2.18.1.4.
Uraian Pendukung Keputusan Diusulkan
Pendekatan memilih metode evaluasi yang
tepat adalah sebuah keputusan penting untuk evaluator; belum keputusan seperti
itu dapat menjadi pengganggu dengan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan.
Dalam literatur IAS, ada keterbatasan pengetahuan untuk yang metode evaluasi
sesuai untuk konteks interaksi yang berbeda. IAS evaluator perlu mengumpulkan
hadir informasi dalam sumber yang berbeda dan memahami kesesuaian setiap metode
dalam konteks evaluasi tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengatasi semacam ini kelemahan dengan mengusulkan pendekatan pendukung
keputusan untuk pilihan metode evaluasi yang cocok untuk sistem adaptif
interaktif. Tujuan utamanya adalah untuk mengusulkan metode yang tepat yang
dapat digunakan untuk evaluasi IAS dalam konteks evaluasi tertentu.
2.18.1.5. Mendukung Pilihan Evaluasi Metode
Interaktif sistem adaptif berdasarkan AHP
menggambarkan hirarki keputusan untuk pilihan metode evaluasi untuk konteks
evaluasi khusus yang memiliki empat tingkat yang berbeda. Tujuan keseluruhan
dari masalah keputusan bahwa "pilihan metode evaluasi yang tepat untuk
sistem adaptif interaktif" diletakkan di tingkat atas dari hirarki (level
1). Tingkat menengah dalam hirarki menjelaskan kelompok kriteria untuk
mempertimbangkan (level 2); Kriteria karakteristik pengguna telah dipecah
menjadi tiga sub memperoleh bobot atribut yang cukup konsisten.
2.18.1.6.
Kasus Studi pada AHP Pada Adaptif Hypermedia
Sistem Dalam rangka untuk menggambarkan
efektivitas praktis dari pendekatan yang diusulkan, kami menunjukkan penggunaan
metode bantuan AHP dengan membandingkan empat metode UCE dipertimbangkan. Kami
menggambarkan pendekatan yang diusulkan dalam kasus dua konteks evaluasi. Hasil
yang berbeda diusulkan sesuai dengan kendala evaluasi yang berbeda. Kepentingan
relatif dari kriteria tergantung pada konteks di mana metode evaluasi akan
digunakan.
2.18.1.7.Pembahasan
Dalam tulisan ini, kami menggunakan metode
AHP untuk menentukan metode evaluasi sesuai untuk konteks evaluasi yang
diberikan. Dalam konteks pertama, di mana evaluator harus memilih metode yang
tepat untuk mengevaluasi seluruh sistem adaptive hypermedia, evaluasi heuristik
ditemukan menjadi metode evaluasi yang paling tepat menangani situasi tertentu,
sedangkan uji pengguna metode kedua cocok, kelompok fokus adalah metode ketiga,
dan user-sebagai-penyihir adalah metode evaluasi terburuk. Menurut hasil yang
diperoleh dalam konteks evaluasi kedua, kelompok focus adalah yang terbaik,
sedangkan uji pengguna adalah yang kedua; pengguna-sebagai-penyihir dan
evaluasi heuristik adalah metode kurang cocokevaluasi.; Metode evaluasi yang
diusulkan berbeda dalam dua konteks ini tergantung pada kriteria keputusan,
persepsi evaluator dari pentingnya setiap kriteria, dan alternatif yang
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Bahkan, studi kasus menunjukkan
bahwa metode evaluasi yang berbeda cocok tergantung pada kendala evaluasi yang
diberikan, meskipun metode ini mungkin tidak sesuai untuk konteks lain. Perlu
dicatat bahwa pilihan metode evaluasi yang tepat untuk IAS sangat terkait
dengan konteks di mana itu diterapkan. Seperti telah disebutkan, untuk studi
kelayakan, hanya empat metode evaluasi dianggap sebagai alternatif meskipun
fakta bahwa pendekatan bisa digunakan dalam kasus metode evaluasi yang berbeda
untuk IAS. Perlu dicatat bahwa, jumlah yang lebih besar dari metode evaluasi
memerlukan sejumlah besar penilaian dalam matriks perbandingan. Meskipun setiap
evaluasi tunggal sangat sederhana, tugas perbandingan dapat menjadi memakan
waktu.
2.18.2. Penerapan Metode Kano pada Pengembangan
Sumber Daya Manusia Sesuai Permintaan Kesadaran System e-Ebola
2.18.2.1. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi
informasi (TI) kebutuhan perusahaan telah berkembang pesat. Kemajuan
teknologi terbaru dan Industri 4.0 paradigma selanjutnya memanfaatkan
perkembangan ini. Karena kompleksitas tinggi sistem TI modern, seperti
perangkat lunak perusahaan yang kompleks, sebagian besar ini purdikejar dari
perusahaan pemasok khusus. Namun, di mana-mana sistem TI dan meningkatnya
nectedness interconsumber daya memerlukan terus meningkat risiko
keamanan (ITS) IT. Studi terbaru mengungkapkan bahwa ers custom umumnya
sangat prihatin tentang keamanan sistem dan data mereka dan karena itu
mengharapkan tingkat tinggi ITS, sehingga atribut penting dari produk IT
dan keunggulan kompetitif mungkin bagi pemasok. Untuk menjaga
pelanggaran ITS bawah juga memerlukan pemasok untuk melakukan investasi yang
lebih besar untuk pembangunan dan pelaksanaan yang efektif perlindungan ITS.
2.18.2.2. Latar Belakang Teoritis
Dan Penelitian Hipotesis
a. Teori Kano
kualitas yang menarik
Dalam teori Kano kualitas yang menarik,
yang Keberadaan atribut produk tertentu tidak selalu berarti tingkat yang lebih
tinggi kepuasan pelanggan. Ry theo- mendalilkan bahwa hubungan antara atribut
produk dan kepuasan pelanggan umumnya tergantung pada kebutuhan individu
pelanggan. Sesuai- ingly, teori menganggap kedua penilaian pelanggan
karakteristik fungsional atribut (yaitu, respon mereka ketika atribut tertentu
hadir dalam produk) dan penilaian mereka disfungsi karakteristik fungsional
atribut (yaitu, respon mereka ketika atribut tidak hadir ). Berdasarkan
penilaian ini, atribut komoditasnya dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kategori yang memenuhi berbagai jenis kebutuhan pelanggan dan karena itu
mempengaruhi kepuasan pelanggan secara berbeda. Dasar, kinerja, canggih, acuh
tak acuh, dan reverse atribut atribut
dasar adalah mereka yang mengarah ke ketidakpuasan ketika mereka tidak hadir
tetapi tidak menghasilkan kepuasan ketika mereka hadir. Atribut dasar merupakan
persyaratan minimal untuk pelanggan. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi,
pelanggan bahkan tidak akan perlu mempertimbangkan produk. Oleh karena itu, atribut
dasar dapat diartikan sebagai masuk pasar "threshold".
Contohnya, airbag mungkin atribut memenuhi persyaratan dasar untuk mobil.
Kehadiran atribut kinerja mengarah ke tingkat proporsional kepuasan, dan
ketiadaan mengarah ke tingkat proporsional isfaction
dissat-. Misalnya, gas yang tinggi mileage
(konsumsi bensin rendah) mungkin atribut kinerja untuk mobil, dan semakin
tinggi jarak tempuh, semakin besar tion kepuasan. Atribut maju memiliki
pengaruh yang terbesar pada kepuasan pelanggan tapi ketidakhadiran mereka tidak
menyebabkan ketidakpuasan, karena pelanggan tidak mengharapkan atribut-atribut
ini untuk hadir.
b. Pengembangan Hipotesis
Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi
pelanggan telah di- creasingly menyadari pentingnya peran ITS dalam sistem
mereka. Permintaan serta pasar untuk mekanisme ITS terus berkembang. Dengan
demikian, beberapa studi di adalah penelitian menganalisis pengamanan ITS dari
sudut pandang ekonomi (dengan model optimalisasi investasi ITS). ITS merupakan
masalah penting untuk organisasi pelanggan, dan berdasarkan evaluasi mereka
dari perlindungan ITS, mereka gen- erally bersedia untuk melakukan investasi yang
cukup besar untuk pelaksanaannya. Selain itu, karena evaluasi pengamanan ITS
ditentukan oleh pelanggan yang berbeda persyaratan-persyaratan tertentu
organisasi nasabah individu memiliki untuk perlindungan dari produk IT terhadap
tertentu risiko-ITS ITS persyaratan perlindungan risiko yang sangat ditentukan
oleh persepsi pengambil keputusan mereka dari risiko ITS. Dengan demikian,
pelaksanaannya perlindungan ITS mungkin memiliki dampak yang berbeda pada
kepuasan dan dikaitkan dengan berbagai tingkat WTP pelanggan. Oleh karena itu,
kita berhipotesis:
H1: evaluasi
Berbagai pengamanan ITS terkait dengan berbagai tingkat WTP pelanggan berikut:.
Berdasarkan teoretis dari teori Kano, lima
kategori atribut dalam konteks perlindungan ITS dapat didefinisikan sebagai Dasar pengamanan ITS adalah
perlindungan yang Keberadaan merupakan prasyarat untuk kepuasan pelanggan. Ketidakhadiran mereka menyebabkan
ketidakpuasan karena ditujukan risiko ITS dianggap sebagai relevan dengan organisasi pelanggan, dan dengan
demikian perlindungan ini mewakili minimal perlindungan (dasar) pelanggan risiko ITS ulang persyaratan.
Namun, pelanggan tidak akan menunjukkan WTP tambahan untuk pelaksanaan iniITS, perlindungan karena pelaksanaannya
adalah tion precondi- untuk mempertimbangkan adopsi produk IT. Kinerja pengamanan ITS menyebabkan
ketidakpuasan jika tidak hadir, tetapi implementasinya memiliki efek
proporsional pada kepuasan
pelanggan.
2.18.2.3. Metodologi penelitian dan analisis data
a. Identifikasi safeguard ITS
Untuk pra-studi, diskusi dilakukan menjadi-
tween spesialis keamanan ITS dan perwakilan dari pemasok perangkat lunak
perusahaan terkemuka. Ini dimulai dengan diskusi tentang definisi dari lima ITS
safeguard kategori. Sejak termasuk terlalu banyak pengamanan ITS dalam
penelitian kuantitatif negatif akan mempengaruhi tingkat respon, empat kriteria
yang dianggap relevan untuk proses seleksi perlindungan ITS. Pertama,
pengamanan ITS (berpotensi) harus relevan dengan berbagai organisasi pelanggan.
Kedua, setidaknya satu upaya perlindunga ITS yang dianggap sebagai dasar oleh
sebagian tomers cus- harus diwakili. Ketiga, perlindungan ITS yang sering dibawa
oleh organisasi pelanggan dalam negosiasi dengan pemasok harus dimasukkan ke
gath- Data er meliputi evaluasi pelanggan yang berbeda. Keempat, hal itu perlu
bahwa prinsip-prinsip yang mendasari perlindungan yang dipilih harus dipahami
oleh sebagian besar pelanggan yang disurvei. Akibatnya, enam penjaga aman-ITS diidentifikasi.
Selanjutnya, kita prevalidated model pengukuran dan membahas vey sur-
dikembangkan dengan dua praktisi IT dan tiga IS peneliti.
2.18.2.4. Diskusi
Tujuan dari penelitian ini adalah tidak
hanya untuk meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana perlindungan ITS
dilaksanakan di produk IT dievaluasi oleh organisasi pelanggan tetapi juga
untuk memperluas pengetahuan kita tentang dampak yang berbeda ITS evaluasi
perlindungan pada nasabah terkait WTP. Memahami ini trade-off untuk risiko vs
biaya di sisi pelanggan akan memungkinkan pemasok TI untuk mengoptimalkan pengambilan
keputusan tentang investasi dalam mengembangkan dan melaksanakan pengamanan ent
berbeda dalam produk mereka. berdasarkan studi empiris skala besar dan
wawancara bersifat kualitatif, kami mampu menunjukkan bahwa kesesuaian suatu
perlindungan ITS yang im- dah dimasukkan ke dalam sistem IT dapat dirasakan
secara berbeda oleh organisasi pelanggan yang berbeda. Dalam ini secara khusus,
sangat sama safeguard ITS mungkin kebutuhan dasar bagi perusahaan satu
pelanggan tapi dinilai sebagai kontraproduktif dengan yang lain. Kami
menunjukkan bahwa evaluasi heterogen umumnya terkait dengan berbagai tingkat
WTP pelanggan. Pelanggan bersedia untuk berinvestasi lebih banyak uang ketika
mereka melihat sebuah perlindungan ITS sebagai lebih fungsional dari nasional
yang terganggu (yaitu, canggih, kinerja, atau dasar). Dalam trast con, ketika
sebuah perlindungan ITS dianggap sebagai ent indiffer- atau lebih disfungsional
dari fungsional (yaitu, reverse), pelanggan menunjukkan tingkat signifikan
lebih rendah dari WTP untuk pelaksanaannya. ketidakpuasan ketika mereka tidak
dilaksanakan, tetapi memiliki dampak yang lebih besar pada kepuasan ketika mereka
dilaksanakan. Perlindungan ITS yang ed terutama evaluat- kinerja harus lebih
ditingkatkan dengan pemasok, tergantung pada biaya dan pelanggan WTP. Pengaruh
pengamanan ITS di Q3 pada kepuasan pelanggan dan ketidakpuasan keduanya bawah
rata-rata. Dengan demikian, penghapusan pengamanan ITS di Q3 memiliki potensi untuk
sangat mengurangi biaya bagi pemasok karena pelanggan tampaknya sebagian besar
di- berbeda tentang pelaksanaannya. Pengamanan ITS di Q4 (otentikasi
multifaktor, enkripsi data penuh, dan sertifikasi dalam contoh kita) memiliki
potensi atas rata-rata untuk menghasilkan kepuasan. Dari perspektif pemasok ',
perlindungan tersebut karena memiliki potensi untuk menghasilkan pandang ad-
kompetitif. Jika pengamanan ITS dianggap terutama sebagai acuh tak acuh atau
lanjutan harus mempertimbangkan kembali pelaksanaannya.
2.18.2.5. Keterbatasan, Penelitian Masa
Depan, Dan Con- Pencatuman
Tiga keterbatasan penelitian jasa tion
pertimbangan ini. Pertama, kami menganalisis bagian dari penjaga produk IT
aman-. Penelitian masa depan dapat memperkaya hasil penelitian kami dengan
empiris menyelidiki evaluasi jumlah yang lebih besar dari langkah-langkah
pengamanan. Kedua, penelitian kami berfokus pada penilaian eselon atas untuk
penjaga aman-ITS. Bahkan jika pembuat keputusan ini pada akhirnya bertanggung
jawab untuk organisasi 'IT dan memicu keputusan akhir, manajer dan karyawan
lainnya mungkin terlibat juga dan dengan demikian mempengaruhi organisasi keputusan
IT. Oleh karena itu, kami mendorong penelitian di masa depan untuk menyelidiki
proses manajemen TI secara mendalam pada tingkat hirarki yang berbeda dari
organisasi. Ketiga, penelitian kami adalah cross-sectional dan statis. Kami
tidak belajar para pengambil keputusan 'ITS evaluasi safeguard longitudinal dan
dengan demikian tidak mempertimbangkan pengaruh waktu pada persepsi
perlindungan ITS. Hal ini ceivable con- bahwa perlindungan ITS mungkin
dipandang sebagai acuh tak acuh atau maju di awal tapi kemudian, setelah
periode waktu tertentu, datang untuk dianggap sebagai kinerja yang atau dasar,
misalnya, karena organisasi telah menjadi sadar akan ditujukan risiko ITS atau
per- perubahan usaha yang dirasakan. Penelitian masa depan harus mengeksplorasi
dinamis ini juga. Studi-studi ini mungkin juga meneliti efek dari potensi
kesalahan dalam penilaian tersebut de- pembuat eksisi 'risiko ITS dan
oritization primer ITS persyaratan perlindungan risiko untuk melakukan analisis
kinerja importance- sesuai. Selain itu, potensi cedents pra- evaluasi safeguard
ITS juga harus dimasukkan dalam studi ini. Perlindungan risiko ITS ulang
persyaratan yang mungkin dipengaruhi tidak hanya oleh per- yang rima risiko ITS
tetapi juga oleh faktor-faktor lain (misalnya, persyaratan hukum atau pemangku kepentingan
lainnya).
[3] Nugraha
Setiawan, Penentu ukuran sampel
menggunakan rumus slovin dan table krejcie-morgan. (unpad. 2009). Hlm 3-4.
[4] Sandy Kosasi, S.E.,M.M., Sistem
Penunjang Keputusan 2002.hal 83
[5] Rizky Amalina, analisis
pengaruh kualitas produk, daya tarik iklan, dan persepsi harga terhadap minat
beli konsumen pada produk ponsel nokia (studi kasus pada masyarakat di kota
semarang) analisis pengaruh kualitas produk, daya tarik iklan, dan persepsi
harga terhadap minat beli konsumen pada produk ponsel nokia (studi kasus pada
masyarakat di kota semarang). 2011. Hlm 35-36
[6] Fandy Tjipjono. Prinsip-Prinsip
Total Qualy service.1997, 15-16.
[7] Sandy Kosasi.op.cit, hlm
86-90.
[10] Ibid, hlm. 205-215.
[11]Kriswanto Widiawan, Pemetaan Preferensi Konsumen Supermarket dengan
Metode Kano Berdasarkan Dimensi Servqual, (online), diakses dari http://jurnalindustri.
petra.ac.id/index.php/ind/article/download/16219/16211, pada tanggal 4 Maret
2016 pukul 22.05.
[12]Jonatham Ssrwono, “Mengubah
Data Ordinal ke Data Interval dengan Metode Suksesif
Interval”, diakses dari http://www.jonathansarwono.info/teori_spss/msi.pdf
pada tanggal 01
Maret 2016 pukul
16.00
[14] Anonim, “Analisis Tingkat Kerusakan Pasar”, diakses dari http://id.scribd.com/doc/86847202/Analisis-Tingkat-Kerusakan-Pasar (6 Maret 2016)
[15]Rifai Aji Wibowo, 2010, Perancangan
Model, diakses pada http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/133048-T%2027834-Perancangan%20model
Tinjauan%20literatur.pdf
[16] Mindo
Mora, 2009, Analisis Sensitivitas Dan Pengaruhnya Terhadap
Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (Ahp), diakses
pada http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14094/1/09E02731.pdf.
No comments:
Post a Comment