Saturday, April 14, 2018

LANDASAN TEORI AHP (Analytical Hierarchy Process)


BAB II
                                   LANDASAN TEORI                                  

2.1.                 Penelitian Survei[1]
Penelitian survei adalah suatu penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual untuk mendapatkan kebenaran. Fink dan Kosecoff secara lebih tegas mendefinisikan penelitian survei sebagai suatu metode pengumpulan data dan informasi secara langsung dari orang-orang tertentu yang dijadikan objek penelitian tentang perasaan, motivasi, rencana, keyakinan, personalitas, pendidikan dan latar belakang finansial mereka tergantung dari sasaran penelitian.
Metode survei pada umunya menggunakan instrumen kuisioner (questionnaire) yang diisi oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode tertentu. Pengisian kuisioner dilakukan dengan atau tanpa bantuan surveyor tergantung kebutuhannya. Metode pengumpulan data dan informasi dalam survei juga sering menggunakan teknik wawancara baik dalam jarak dekat ataupun jarak jauh. Beberapa sumber informasi lain yang juga tidak jarang digunakan dalam penelitian survei ialah: observasi langsung terhadap objek, uji kinerja (performance test) terhadap objek, test tertulis tentang kemampuan, pengetahuan, atau sikap dari objek, review terhadap catatan, dokumen diri tentang kesehatan, pendidikan objek, dan lain-lain.

2.2.                 Teknik Sampling[2]
Sampling adalah proses penarikan sampel dari populasi melalui mekanisme tertentu melalui makna karakteristik populasi yang dapat diketahui atau didekati. Kata mekanisme tertentu mengandung makna bahwa baik jumlah elemen yang ditarik maupun cara penarikan harus mengikuti atau memenuhi aturan tertentu agar sampel yang diperoleh mampu merepresentasikan karakteristik populasi dari mana sampel tersebut diambil atau ditarik.

2.2.1.     Probability Sampling
Dalam probability sampling setiap elemen dari populasi diberi kesempatan untuk ditarik menjadi anggota dari sampel. Rancangan atau metode probability sampling ini digunakan apabila faktor keterwakilan (representiveness) oleh sampel terhadap populasi sangat dibutuhkan dalam penelitian antara lain agar hasil penelitian dapat digeneralisasi secara lebih luas.

2.2.1.1. Simple Random Sampling
Dalam simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap elemen dari populasi yang akan diteliti mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai anggota sampel. Dikatakan tidak terbatas (unrestricted) karena semua elemen diperlakukan sama dalam arti semuanya mempunyai kesempatan terpilih yang sama walaupun karakteristik masing-masing mungkin tidak sama. Cara penarikan sampel berdasarkan simple random sampling memiliki bias yang relatif kecil dan memberikan kemampuan generalisasi yang tinggi. Namun, penggunaan metode ini terbatas pada kondisi populasi yang memiliki elemen dengan karakteristik atau property yang tidak berfluktuasi besar. Simple random sampling mensyaratkan bahwa elemen populasi haruslah relatif homogen.

2.2.1.2. Systematic Sampling
Systematic sampling merupakan suatu metode pengambilan sampel dari populasi dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke n dari populasi tersebut mulai dari urutan yang dipilih secara random diantara nomor 1 hingga n. Seperti halnya simple random sampling, systematic sampling juga mempunyai keterbatasan jika digunakan secara luas karena metode ini tetap mensyaratkan homogenitas elemen populasi walaupun tidak sekeras yang dipersyaratkan metode simple random sampling.
Metode systematic sampling pada umunya digunakan dalam pemeriksaan mutu proses atau produk dalam industri manufaktur yang bersifat continue dan flow process seperti industri penyulingan minyak, industri semen, pupuk, dan lain sejenisnya. Sementara proses berjalan, bahan dan produk mengalir secara kontinu, sampel perlu diambil secara periodik dalam selang waktu tertentu. Misalnya proses berlangsung 24 jam sehari dan dalam sehari diperlukan pemeriksaan sebanyak 48 sampel, maka penarikan sampel silakukan setiap setengah jam. Dalam penelitian survei pemasaran, metode ini juga sering digunakan dimana daftar pelanggan dalam buku petunjuk telepon dijadikan populasi.

2.2.1.3. Stratified Random Sampling
Penarikan sampel menurut metode stratified random sampling merupakan perluasan sekaligus mengatasi kelemahan dari metode simple random sampling. Pada metode stratified random sampling, strata elemen dalam populasi mendapat perhatian sehingga populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada. Strata dalam populasi dapat tingkatan tersebut relevan dengan sasaran penelitian. Beberapa contoh strata yang dimaksud antara lain ialah strata dalam pendapatan, pendidikan, jabatan, usia, status, dan lain-lain.
Stratified random sampling sesuai dengan sebutannya berkenaan dengan proses stratifikasi populasi dan penarikan sampel dari setiap strata dilakukan dengan metode simple random sampling. Artinya, jika populasi terdiri dari 3 strata maka pada setiap strata yaitu strata pertama, kedua dan ketiga dilakukan penarikann sampel menurut metode simple random sampling  ataupun systematic sampling karena setiap elemen dalam masing-masing strata telah dianggap homogeny dalam hal karakteristik yang menjadi perhatian penelitian. Keunggulan dari metode stratified random sampling ini ialah kemampuannya menghasilkan informasi yang dibutuhkan menurut stratanya. Oleh karena itu, perbedaan lokasi, bagian dan lain-lain yang sifatnya tidak menunjukkan situasi yang berjenjang tidak layak dijadikan strata dalam penarikan sampel.
Tergantung pada besarnya jumlah elemen dalam masing-masing strata, stratified random sampling dapat dilakukan secara proporsional (proportionate stratified random sampling) ataupun secara tidak proporsional (disproportionate stratified random sampling). Pada metode proportionate random sampling, proporsi elemen dalam sampel sebanding dengan proporsi besar strata dalam populasi. Pada metode proportionate stratified random sampling , penarikan sampel dari setiap strata dengan cara demikian dinilai cukup baik karena setiap strata dalam sampel terwakilis secara proporsional. Disproportionate stratified random sampling juga baik untuk digunakan apabila salah satu strata atau lebih terlalu besar atau lebih terlalu kecil relatif terhadap besar strata lainnya atau juga dalam strata tertentu masih ditemukan variabilitas yang cukup besar

2.2.1.4. Cluster Sampling
Dalam banyak kejadian, populasi berada dalam keadaan seperti terkotak-kotak dimana masing-masing kotak menunjukkan karakteristik yang berbeda. Metode penarikan elemen dari masing-masing cluster dapat menggunakan salah satu metode dari simple random sampling, systematic sampling, atau stratified random sampling tergantung dari karakteristik elemen dalam masing-masing cluster seperti telah diuraikan di atas. Metode cluster sampling ini sangat efisien dari segi waktu dan pembiayaan tetapi mengandung bias yang lebih besar dibanding dengan metode lain dan hasilnya juga sangat sulit digeneralisasi.
Dalam prakteknya, cluster sampling sering dilakukan dengan multi stage (multistage cluster sampling). Misalnya, penelitian tentang pola hidup para nasabah di suatu provinsi dilakukan. Jumlah perusahaan perbankan yang beroperasi di provinsi tersebut demikian banyak sehingga perlu dipilih secara random perusahaan bank apa saja yang akan diteliti. Karena perusahaan perbankan yang terpilih juga mempunyai banyak kantor cabang maka sejumlah kantor cabang dari perusahaan yang terpilih dalam tahap pertama dipilih pula berdasarkan wilayah domisilinya sebanyak yang ditentukan. Pada tahap ketiga, pemilihan secara random kantor bank pada setiap wilayah yang terpilih dalam tahap kedua. Metode sampling secara bertingkat ini dengan cepat mereduksi jumlah nasabah yang akan dijadikan sebagai populasi penelitian.

2.2.1.5. Area Sampling
Area sampling sangat mirip bahkan sering digabung dalam cluster sampling. Dalam area sampling, cluster dari populasi adalah perbedaan lokasi geografis (geographycal areas) dari populasi. Seperti halnya dengan cluster sampling, area sampling juga dilakukan dengan cara memilih secara random area investigasi dan pada area terpilih dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan salah satu metode simple random sampling, systematic sampling, atau stratified random sampling, sesuai dengan kondisinya. Dalam area sampling juga dapat dilakukan multi-stage sampling kalau diperlukan.

2.2.2.     Non-probability Sampling
Berbeda halnya dengan probability sampling, pada non-probability sampling, setiap elemen populasi yang akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan probabilitas yang melekat pada setiap elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing elemen. Hal ini mengindikasikan bahwa temuan-temuan dari analisis terhadap sampel terpilih tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi tetapi untuk mendapatkan informasi awal yang cepat dengan cara yang murah. Dalam banyak kejadian non-probability sampling sering merupakan metode yang terpaksa dilakukan karena kondisi tertentu metode lain tidak mungkin digunakan.





2.2.2.1.  Convenience Sampling
Seperti disebutkan oleh namanya, convenience sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya adalah orang-orang yang secara suka rela menawarkan diri (conveniencely available) dengan alasan masing-masing. Misalnya, suatu perusahaan industri makanan seperti makanan dalam kemasan kaleng ingin mendapatkan informasi tentang bagaimana pandangan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan. Untuk itu, perusahaan membawa produk-produk tersebut ke pasar dan menawarkan kepada siapa saja yang bersedia mencicipi dan memberikan informasi tentang mutu produk tersebut menurut penilaian masing-masing. Convenience sampling sering digunakan selama fase exploratory dari sebuah projek penelitian telah dianggap sebagai metode paling baik untuk mendapatkan informasi awal secara cepat dengan biaya yang murah.

2.2.2.2. Purposive Sampling
Purposive sampling adalah metode sampling non-probability yang menggunakan orang-orang tertentu (specific target-group) sebagai sumber data/informasi. Orang-orang tertentu yang dimaksud di sini adalah individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan, dan lain-lain yang dimilkinya menjadikan individu atau kelompok tersebut perlu dijadikan sumber informasi. Individu atau kelompok khusus ini langsung dicatat namanya sebagai responden tapa melalui proses seleksi secara random. Misalnya, jika penelitian terkait adalah mengenai pengaruh kandungan teknologi dalam produk terhadap kepuasan pelanggan makan orang-orang di Departemen R dan D baik secara individu maupun secara kelompok karena pengetahuannya yang mendalam tentang teknologi produksi perlu dijadikan sumber data. Biasanya jumlah responden dalam purposive sampling sangat terbatas.
Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement sampling dan quota sampling. Judgement sampling adalah suatu tipe pertama purposive sampling dimana responden terlebih dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu karena kemampuannya atau kelebihannya diantara orang-orang lain dalam memberikan data dan informasi yang bersifat khusus yang dibutuhkan peneliti. Quota sampling adalah tipe kedua purposive sampling, dimana kelompok-kelompok tertentu dijadikan responden (sumber data/informasi) untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan. Pada umumnya, sejak awal penelitian kuota telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok berdasarkan gambaran (persentase/proporsi kelompok) dalam populasi.

2.3.                 Metode Penentuan Jumlah Sampel[3]
Ketika seorang peneliti telah memutuskan untuk menggunakan pendekatan statistika dalam menentukan ukuran sampel, paling tidak harus sangat memperhatikan empat aspek mendasar berikut ini:
1.    Apa tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, apakah untuk menduga nilai rata-rata, total, atau proporsi (persentase) populasi, dan bagaimana analisis data akan dilakukan, cukup deskriptif atau inferensi. Mengapa kita perlu mengetahui dengan tegas bagaimana variabel-variabel penelitian akan diukur. Sebabnya adalah, kalau variabel penelitian sifatnya katageorial, artinya akan menghasilkan pengukuran dalam skala nominal, dan deskripsi datanya menggunakan frekuensi yang sering ditampilkan dalam bentuk proporsi atau persentase. Sedangkan kalau ukuran variabel dalam skala interval atau rasio, sering dideskripsikan dengan nilai rata-rata (mean), atau total. Sementara itu, dalam penentuan ukuran sampel melalui 4 model pendekatan statistika, terdapat rumus-rumus yang berlainan untuk pengukuran rata-rata, total, maupun proporsi.
2.    Berapa besar tingkat keandalan pendugaan yang diinginkan, yaitu dengan menetapkan nilai Z yang diambil dari tabel distribusi normal standar, atau nilai t yang diambil dari tabel distribusi t, atau nilai χ 2 yang diambil dari tabel distribusi Chi Kuadrat, berdasarkan pada nilai α tertentu. Dalam sebuah penelitian, pendugaan terhadap parameter populasi yang didasarkan pada statistik sampel tidak harus tepat betul walaupun harus tetap memperhatikan tingkat keandalannya. Dalam menduga ukuran sampel, tingkat keandalan menjadi sebuah aspek yang perlu diperhitungkan, sehingga peneliti bisa menyatakan, “dengan ukuran sampel tertentu, kita bisa sekian persen percaya bahwa statistik yang diperoleh dari pengukuran sampel dapat menggambarkan parameter populasinya”. Secara teknis tingkat keandalan didekati dari nilai α untuk menentukan distribusi Z, t, maupun χ 2 .
3.    Berapa besar galat pendugaan yang akan ditolelir. Jika yang diukur proporsi atau persentase, maka galat pendugaan dinyatakan dalam satuan persen, sedangkan pengukuran lain disesuaikan dengan satuan yang dipakai, misalnya kalau pengukuran memakai satuan berat, maka galat pendugaan pun dinyatakan dalam satuan berat pula. Hal ini perlu juga diperhitungkan dalam membangun rumus untuk penentuan ukuran sampel. Sebab bagaimana pun sangat mungkin akan terjadi error kalau pengukuran tidak dilakukan terhadap seluruh anggota populasi. Dalam rumus, galat pendugaan sering diberi lambang dengan huruf d. 5
4.    Bagaimana kondisi keragaman populasi yang akan diteliti. Dalam hal ini sangat bergantung skala pengukuran yang dipakai dalam penelitian. Jika dalam penelitian memakai skala pengukuran interval atau rasio, maka keragaman dinyatakan dalam standar deviasi atau varians populasi (σ 2 ), sementara kalau pengukuran berskala nominal dengan dua kategori dinyatakan dalam proporsi P(1-P). Ukuran dispersi menjadi salah satu landasan penting yang diperhitungkan untuk menentukan ukuran sampel.




2.4.                 Hierarki[4]
Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya factor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, dengan beragamnya criteria pemilihan dan jika pembuatan keputusan yang lebih dari satu merupakan bentuk pernyelesaian yang sangat kompleks. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mngatasi permasalahan multikriteria tersebut dikenal dengan metode proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process-AHP). Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode tahun 1971-1975 di Wharton School.

2.5.                 Dimensi Kualitas Produk[5]
Definisi dari kualitas produk adalah mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya. Berikut beberapa dimensi kualitas produk:
a).  Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kita dalam membeli suatu produk.
b).  Fitur Produk
Dimensi fitur merupakan karkteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur sering kali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki.
c).  Keandalan (reliability)
Dimensi keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya.
d). Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification)
Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.
e).  Daya Tahan (durability)
Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah pemakian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat diganti.
f).  Kemampuan diperbaiki (serviceability)
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
g).  Keindahan (aestethic)
Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbarui “wajahnya” supaya lebih cantik di mata konsumen.
h).  Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produkproduk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibanding dengan merek-merek yang tidak didengar.


2.6.                 Dimensi Kualitas Jasa[6]
Berikut beberapa dimensi kualitas jasa:
a). Bukti langsung (tangibles)
Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, dan sarana komunikasi.
b). Keandalan (reliability)
Kendala (reliability), Yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
c). Daya tanggap (Responsiveness)
              Daya tanggap (Responsiveness) Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan  pelayanan dengan tanggap.
d). Jaminan (assurance)
Jaminan (assurance) Yakni mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercayakan yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
e). Empati
Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
           
2.7.                 Dasar-dasar AHP[7]
Skala ukuran panjang seperti meter, temperature sepeti derajat, waktu seperti detik dan uang seperti Rupiah telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari tmengukur bermacammam kejadian yang sifatnya fisik. Namun demikian apakah penggunaan ukuran tersebut juga dapat dilakuakan untuk mencerminkan perasaan pada bermacam-macam persoalan sosial, ekonomi politik. Jelas merupakan bukan suatu jawaban yang mudah, hal ini dikarenakan ruang lingkup permasalahan sanagat kompleks dan dengan unsure ketidakpastian yang sangat tinggi.
Variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik tidak jarang sulit diukur seperti mengukur produk berupa rasa aman karena tidak hanya serangan dari negara lain, mengukur kerugian yang diderita masyarakat karena bermacam-macam polusi dan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari proses industrialisasi, bagaimana caraya mengukur dan mengkuantifikasikan suatu kesenangan karena dapat karena dapat menikmati waktu senggang dan sebagainya.
Selain itu sering ditemuai tindakan yang dilakukan perusahaan, seringkali memberikan bermacam-macam pengaruh pada banyak segi kehidupan. Kemudian pertanyaanya adalah bagaimana mengatakan suatu tindakan adalah lebih baik dibanding tindakan lain?. Kesulitan menjawab pertanyaan ini disebabkan dua alas an utama. Pertama, pengaruh yang terjadi kadang tidak dapat dibandingkan karena suatu ukuran atau bidang yang berbeda. Kedua, pengaruh tersebut saling bentrok artinya perbaikan pengaruh yang satu hanya dapat dicapai dengan pemburukan pengaruh lainnya. Alas an-alasan ini akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi atau pengaruh. Untuk itu dieperlukan suatu skala yang luwes yang disebut prioritas yaitu suatu ukuran abstrak yang berlaku untuk semua skala. Penentu prioritas inilah yang merupakan unsur penting dari penggunaan metode AHP. Prinsip-prinsip AHP adalah (Mulyono 1996):

2.7.1.     Decomposition
Setelah persoalan didefenisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak bissa dilakuakan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkanbeberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Oleh karena itu maka proses analisis dinamakan hirarki. Terdapat dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dlam suatu hirarki lengkap, semua elemen yang ada pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya dan jika yang terjadi adalah sebaliknya maka merupakan hirarki tidak lengkap.  
2.7.2.           Comparative Judgement
Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen paa suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan itngkat diatasnya. Penilaian ini adalah inti dari penggunaan metode AHP, karena AHP akan berpengaruh terhadapa prioritas elemen-elemen yang dibandingkan. Hasil dari penilaian ini akan disajikan dalam bentuk matriks yang selanjutnya dinamakan dengan matriks pairwise comparison. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalh:
·         Elemen mana yang lebih (penting/disukai/mungkin/…)
·         Berapa kali lebih (penting/disukai/mungkin/…)
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandngkan dua elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu memiliki pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari.

2.7.3.           Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority. Hal ini karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemennya menurut kepentingan relatifnya melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting.

2.7.4.           Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, pada objek-objek serupa yang dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Seperti anggur dan kelerng dapat dikelompokan dalam himpunan yang seragam jika bualatan merupakan kriterianya tetapi tidak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Pengertian kedua, terletak pada tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan menurut criteria tertentu. Seperti jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai lima kali lebih manis dibanding gula dan gula dinilai dua kali lebih manis dibanding sirup maka seharusnya madu dinilai sepuluh kali lebih manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai empat kali manisnya dibanding sirup maka penilaian tersebut tidak konsisten dan poses harus diulang lagi jika ingin memperoleh penialain yang lebih tepat.

2.8.                 Konsistensi Hierarki[8]
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan Kardinal dan Ordinal. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Hubungan Kardinal    : aij . ajk = aik
Hubungan Ordinal      : A1>Aj, Ai>Ak maka Ai>Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:
a.         Dengan melihat prefrensi mulitplikatif
b.        Dengan melihat prenferensi transitif
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidak konsistensi dalam preferensi seseorang. Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada eigenvalue. Dengan mengkombinasi apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukkan eigenvalue terbesar λ maks, nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan mendekati nol.

2.9.                 Uji Validitas[9]
Validitas data ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data. Data yang valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Oleh karena itu, untuk menguji validitas data maka pengujian dilakukan terhadap instrumen pengumpulan data. Cara-cara yang umum digunakan untuk menguji validitas instrument ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis), analisis faktor (factor analysis) dan multitrait. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment yang dikembangkan oleh Pearson yaitu sebagai berikut:
Dimana:
rxy        =     koefisien korelasi antara X dan Y
Xi        =     skor variabel independen X
 Yi         =     skor variabel independen Y

2.10.             Uji Reliabilitas[10]
Reliabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan menggunakan instrumen tersebut. Ada dua ukuran yang umum digunakan untuk mengetahui derajat reliabilitas atau kehandalan instrumen pengumpulan data yaitu stabilitas instrument dan konsistensi internal instrumen. Stabilitas instrument adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat kestabilan instrument terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan instrument tersebut. Konsistensi internal instrumen memberikan indikasi homogenitas item dalam pengukuran dalam arti seberapa jauh instrumen tersebut menjadikan item-item yang diukur secara bersama-sama menjadi sebuah set dan secara independen menjadi bagian yang berarti terhadap keseluruhan.
Pengujian reliabilitas pada umumnya dikenakan untuk pengujian stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Ada beberapa metode pengujian realibilitas instrument yang umum digunakan dalam penelitian.
1.  Formula Spearman-Brown
Pengujian konsistensi instrumen dengan menggunakan formula Spearman-Brown didasarkan pada metode split-half korelasi antar belaha pertama dan kedua dihitung menggunakan formula sebagai berikut:
Dimana:
r11                :           reliabilitas instrumen
rxy                :           indeks korelasi antar dua belah instrumen.
2.  Formula Flanagan
Pengujian reliabilitas v=berdasarkan formula Flanagan juga menggunakan analisis butir dan pendekatan split-half ganjil dan genap. Formula Flanagan menggunakan variabel varians skor butir-butir belahan pertama (ganjil), varians skor butir-butir belahan kedua (genap) dan varians skor total butir-butir sebagai berikut:
Dimana:
 r11               :           reliabilitas instrumen
 v1              :           varians skor belahan pertama
 v2              :           varians skor belahan kedua
vt                :           varians skor total.
3.  Koefisien Alpha Cronbach
Berbeda dengan ukuran reliabilitas yang telah dibahas di atas dimana instrumen menggunakan skor 0 dan 1 untuk setiap butir pertanyaan , koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang pertanyaan-pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu misalnya antara 1 dan 5 atau antara 1 dan 10 dan sebagainya.Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:
Dimana    :
r1                   :            reliabilitas instrumen (koefisien Alpha Cronbach)
k               :         jumlah butir pertanyaan dalam instrumen
    :         jumlah varians butir-butir pertanyaan
          :         varians total

2.11.              Metode Kano[11]
Model Kano adalah model yang bertujuan untuk mengkategorikan atribut-atribut dari produk maupun jasa berdasarkan seberapa baik produk/jasa tersebut mampu memuaskan kebutuhan pelanggan. Atribut-atribut layanan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Pada kategori must be atau basic needs,  pelanggan menjadi tidak puas apabila kinerja dari atribut yang bersangkutan rendah. Tetapi kepuasan pelanggan tidak akan meningkat jauh di atas netral meskipun kinerja dari atribut tersebut tinggi. Dalam kategori one dimensional atau performance needs, tingkat kepuasan pelanggan berhubungan linier dengan kinerja atribut, sehingga kinerja atribut yang tinggi akan mengakibatkan tingginya kepuasan pelanggan pula. Sedangkan pada kategori attractive atau excitement needs, tingkat kepuasan pelanggan akan meningkat sangat tinggi dengan meningkatnya kinerja atribut. Akan tetapi penurunan kinerja atribut tidak akan menyebabkan penurunan tingkat kepuasan.
Langkah-langkah pengukuran kualitas layanan dengan metode Kano yang sudah diadaptasikan dengan dimensi servqual yaitu:


1.        Langkah 1 Indentifikasi atribut.
Identifikasi atribut dilakukan dengan melakukan pengelompokan berdasarkan dimensi servqual. Dari atribut-atribut itu, disusun prakuesioner yang dikelompokkan menurut dimensi servqual.
2.        Langkah 2 : Tes pra-kuesioner Kano berdimensi servqual.
Pra-kuesioner Kano disebarkan pada sepuluh konsumen untuk mengidentifikasi pertanyaan mana yang dianggap tidak perlu oleh konsumen.
3.        Langkah 3: Kuesioner.
Dilakukan penyusunan kuesioner sebagai contoh kuesioner yang digunakan untuk menentukan preferensi konsumen.
4.        Langkah 4: Langkah-langkah mengklasifikasi atribut berdasarkan model Kano
a.       menentukan kategori atribut tiap responden berdasarkan Tabel 2.1.
b.      Menghitung jumlah masing-masing kategori Kano dalam tiap-tiap atribut
c.       Menentukan kategori Kano untuk tiap atribut dengan menggunakan Blauth’s formula
Tabel 2.1. Penentuan Kategori Kano
Fungsional
Disfungsional
1
2
3
4
5
1
Q
A
A
A
Q
2
R
I
I
I
M
3
R
I
I
I
M
4
R
I
I
I
M
5
R
R
R
R
Q
Sumber: Kriswanto Widiawan. Pemetaan Preferensi Konsumen Supermarket dengan Metode
Kano Berdasarkan Dimensi Servqual

Keterangan:
Q=Questionable
R=Reverse
A=Attractive
I=Indifferent
O=One dimensional
M= Must be
1=suka, 2=mengharapkan, 3=netral, 4=toleransi, dan 5=tidak suka
5.        Langkah 5: Tindakan perbaikan.

2.12.             Method of Successive Interval[12]
Metode suksesif interval merupakan proses mengubah data ordinal menjadi data interval. Data ordinal sebenarnya adalah data kualitatif atau bukan angka sebenarnya.Data ordinal menggunakan angka sebagai simbol data kualitatif. Dalam contoh dibawah ini, misalnya:
1.        Angka 1 mewakili “sangat tidak setuju”
2.        Angka 2 mewakili “ tidak setuju”
3.        Angka 3 mewakili “netral”
4.        Angka 4 mewakili “setuju”
5.        Angka 5 mewakili “sangat setuju”
Dalam banyak prosedur statistik seperti regresi, korelasi pearson, uji t dan lain sebagainya mengharuskan data berskala interval. Oleh karena itu, jika kita hanya mempunyai data berskala ordinal, maka data tersebut harus diubah kedalam bentuk interval untuk memenuhi persyaratan prosedur-prosedur tersebut.Kecuali jika kita menggunakan prosedur, seperti korelasi Spearman yang mengujinkan data berskala ordinal; maka kita tidak perlu mengubah data yang sudah ada tersebut. Itulah sebabnya dalam bagian ini penulis memberikan contoh cara mengubah data berskala ordinal menjadi data berskala interval. Pada bagian berikut akan diberikan contoh penghitungan secara manual dan dengan menggunakan prosedur dalam Excel.
Berikut ini diberikan contoh perhitungan manual dan menggunakan excel. Dalam contoh ini kita mempunyai skala ordinal 1 sampai dengan 5 dimana masing masing mempunyai jumlah frekuensi masing masing sebagaimana tertera dalam table dibawah ini:
Tabel 2.2. Jumlah Frekuensi
Skala skor ordinal
Frekuensi
1
13
2
75
3
36
4
24
5
76
165

Tabel diatas mempunyai makna sebagai berikut:
·         Skala ordinal 1 mempunyai frekuensi sebanyak 13
·         Skala ordinal 2 mempunyai frekuensi sebanyak 75
·         Skala ordinal 3 mempunyai frekuensi sebanyak 36
·         Skala ordinal 4 mempunyai frekuensi sebanyak 24
·         Skala ordinal 5 mempunyai frekuensi sebanyak 76
Data ordinal dari data diatas akan kita ubah menjadi data yang berskala interval sehingga menghasilkan nilai interval sebagai berikut:
Tabel 2.3. Jumlah Frekuensi
Skala skor ordinal
Frekuensi
Nilai dalam bentuk data interval
1
13
1
2
75
2.3113
3
36
3.2615
4
24
3.8100
5
76
4.6027
Table diatas mempunyai aksud sebagai berikut:
·         Skala ordinal 1 mempunyai frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 1
·         Skala ordinal 2 mempunyai frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 2.3113
·         Skala ordinal 3 mempunyai frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 3.2615
·         Skala ordinal 4 mempunyai frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 3.8100
·         Skala ordinal 5 mempunyai frekuensi sebanyak 13 mempunyai skala interval sebesar 3.6027
[13]Proses mengubah data berskala ordinal menjadi data berskala interval secara manual, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1.        Menghitung frekuensi
2.        Menghitung proporsi
3.        Menghitung proporsi kumulatif
4.        Menghitung nilai z
5.        Menghitung nilai densitas fungsi z
6.        Menghitung scale value
7.        Menghitung penskalaan
Cara mengubah data ordinal menjadi data interval dengan menggunakan Excel dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.        Buka excel
2.        Klik file stat97.xla > klik enable macro
3.        Masukkan data yang akan diubah. Dapat diketikkan atau kopi (dengan menggunakan perintah Copy - Paste) dari word atau SPSS di kolom A baris 1
4.        Pilih Add In>Statistics>Successive Interval
5.        Pilih Yes
6.        Pada saat kursor di Data Range Blok data yang ada sampai selesai, misalnya 15 data
7.        Kemudian pindah ke Cell Output.
8.        Klik di kolom baru untuk membuat output, misalnya di kolom B baris 1
9.        Tekan Next
10.    Pilih Select all
11.    Isikan minimum value 1 dan maksimum value 9 (atau sesuai dengan jarak nilai terendah sampai dengan teratas)
12.    Tekan Next
13.    Tekan Finish

2.13.             Market Damage Analysis (MDA)[14]
Akibat ketidakpuasan yang dirasakan oleh pelanggan akan menimbulkan kerusakan pasar atau Damage Market. Untuk itu maka dilakukan analisis sejauh mana pasar yang ada mengalami kerusakan melalui analisis tingkat kerusakan pasar (Market Damage Analysis). MDA mengelompokkan  responden dalam empat kategori yaitu:
1.        No action respondent : responden yang menyampaikan keluhan yang dirasakannya terhadap suatu produk atau jasa kepada perusahaan yang bersangkutan, namun keluhannya tersebut tidak ditanggapi.
2.        Action respondent : responden yang menyampaikan keluhan yang dirasakannya terhadap produk atau jasa kepada perusahaan yang bersangkutan, namun keluhannya tersebut ditanggapi.
3.        No complaint respondent : responden mempunyai masalah tetapi tidak    mengajukan komplain.
4.        Hazel free (no problem respondent) : responden yang tidak punya masalah.



2.14.             Switching Index
Pelanggan yang puas maupun tidak puas dianalisis keinginannya berpindah ke pesaing, yang diukur dengan switching index (SwI) merupakan gambaran besar probabilitas pelanggan yang ingin pindah ke pesaing.
Switching Index memiliki nilai antara 0-1.
Nilai 0.0 : Responden tetap setia
Nilai 0.5 : Responden ragu-ragu
Nilai 1.0 : Responden pasti pindah ke pesaing

2.15.             Satisfaction Index
Tingkat kepuasan pelanggan pada masing-masing jenis prilaku (pengelompokan MDA) diukur dengan satisfaction index (SI). SI dihitung dengan cara meminta responden untuk memilih salah satu dari lima skala likert yang telah ditentukan terlebih dahulu yang menggambarkan tingkat kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diberikan. Skala likert  yang digunakan sebagai berikut :
1.         Sangat tidak puas
2.         Tidak puas
3.         Cukup
4.         Puas
5.         Sangat puas

2.16.    Software Super Decisions[15]
            Software Super Decision digunakan untuk membantu menyelesaikan kasus AHP dan ANP dengan komputer. Tahapan pembuatan model dan pengolahan data dengan software Super Decisions adalah sebagai berikut : 


1.        Mengaktifkan Piranti Lunak Super Decisions
Cara untuk memulai penggunaan piranti lunak Super Decisisons adalah klik ikon seperti Gambar 2.1. sebanyak 2 kali.  



Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.1. IconSuper Decisions

Setelah itu akan muncul tampilan seperti Gambar 2.2. sebagai tempat untuk
pembuatan model ANP.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.2.Tampilan Awal Super Decisions

2.        Membuat Kelompok Kriteria
Pembuatan kelompok dilakukan dengan cara meng-klik menu Design, kemudian sorot Cluster dan pilih New.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.3. Pembuatan Kelompok
Selanjutnya muncul kotak dialog seperti Gambar 2.4. untuk diisi nama kelompok dan deskripsinya; misalnya untuk kelompok pertama adalah Alternatives. Setelah itu klik Save untuk menyimpan kelompok atau klik Create Another untuk membuat kelompok lainnya, sehingga akan muncul tampilan seperti Gambar 2.5.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.4.Kotak Dialog untuk Nama dan Deskripsi Kelompok

Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.5. Pembuatan Kelompok Alternatives

3.        Membuat Sub Kriteria dalam Kelompok
Setiap kelompok terdiri dari beberapa sub kriteria. Untuk membuat sub kriteria tersebut, maka klik di sudut kiri atas pada menu kelompok Alternatives, kemudian pilih Create nodein cluster seperti pada Gambar 2.6.

Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.6. Pembuatan Sub Kriteria dalam Kelompok Alternatives

Selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti gambar 2.7. untuk diisi nama sub kriteria dan deskripsinya; misalnya McDonald’s. Setelah itu klik Saveuntuk menyimpan sub kriteria atau klik Create Another untuk membuat sub kriteria lainnya, sehingga akan muncul tampilan seperti gambar 2.8.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.7.Kotak Dialog untuk Nama dan Deskripsi  Sub Kriteria dalam Kelompok Alternatives

Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.8.Pembuatan Sub Kriteria McDonald’s  dalam Kelompok Alternatives

4.        Menentukan Hubungan Saling Ketergantungan Antar Kriteria
Hubungan saling ketergantungan antar kriteria dibuat dengan cara pilih sub kriteria, misal sub kriteria Price pada kelompok Other, kemudian klik kanan petikus (mouse) dan pilih Node Connection Form seperti pada Gambar 2.9.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.9.Penentuan Hubungan Saling Ketergantungan Antar Kriteria

Selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti Gambar 2.10. pilih sub kriteria yang mempengaruhi Price, misalnya Location dan Promotion, lalu klik Okay.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.10. Kotak Dialog Untuk Menentukan Sub Kriteria  yang Berhubungan dengan Sub Kriteria Price

Setelah itu pada model akan muncul anak panah yang merepresentasikan hubungan saling ketergantungan tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.11.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.11. Hubungan Saling Ketergantungan pada Sub Kriteria Price

Anak panah yang lurus menunjukkan hubungan saling ketergantungan subkriteria antar kelompok (outer dependency), sedangkan anak panah yangmelingkar menunjukkan hubungan saling ketergantungan sub kriteria dalamsatu kelompok (inner dependency). Setelah sub kriteria yang mempunyaihubungan ketergantungan telah dihubungkan semua, maka bisa dikatakanmodel ANP untuk prediksi pangsa pasar hamburger sudah selesai seperti yangterlihat pada gambar 2.12.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
            Gambar2.12.Model ANP untuk Prediksi Pangsa Pasar Hamburger
5.        Memasukkan Data Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria
Data hasil kuesioner dimasukkan dengan cara klik Assess/Compare pilih NodeComparisons seperti gambar 2.13. Kemudian akan muncul kotak dialog seperti gambar 2.14. untuk memilih kriteria kontrolnya; misalnya sub kriteria Creativity sebagai kriteria kontrol untuk perbandingan berpasangan antar sub kriteria dalam kelompok Other, maka tentukan With respect to node: Creativity dan Cluster: Other; selanjutnya klik Do Comparison. Sedangkan untuk memasukkan data bisa dengan 2 cara; yaitu bentuk kuesioner seperti gambar 2.15. atau bentuk matriks seperti gambar 2.16.
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.13. Pengisian Data Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria

Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.14.Kotak Dialog untuk Memilih Kriteria Kontrol pada  Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria
Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.15. Tampilan Berbentuk Kuesioner untuk Mengisi Data Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria dalam Kelompok Other  dengan Creativity Sebagai Kriteria Kontrol

Sumber: Rifai Aji Wibowo. Perancangan Model. 2010
Gambar 2.16. Tampilan Berbentuk Matriks untuk Mengisi Data    Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria dalam Kelompok Other  dengan Creativity Sebagai Kriteria Kontrol

2.17.      Analisis Sensitivitas[16]
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin dicapai atau goal, criteria dan alternatif pilihan dari kriteria tersebut. Kemudian membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain. Pada matriks tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara menormalkan rata-rata geometrik dari penilian decision maker. Bobot prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas lokal dari kriteria dengan bobot prioritas lokal dari alternatif keputusan.
Analisis sensitivitas pada AHP dapat terjadi untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas karena adanya perubahan kebijaksanan sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisa sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi.

2.18.             Jurnal Internet
2.18.1.       Sebuah Pendekatan Pemilihan Metode Evaluasi Dengan Penerapan Interactive Adaptive Systems Dengan Menggunakan Metode AHP
2.18.1.1.Pendahuluan  
Penggunaan Interactive Adaptive Systems (IAS) telah menjadi semakin penting dalam beberapa tahun terakhir, dengan aplikasi yang berkembang dari sistem ini di banyak daerah seperti pendidikan, museum, transportasi, e-commerce, dll. Namun, dalam prakteknya, masih banyak kekurangan dan pertanyaan terbuka tentang sistem adaptif. Evaluasi menyeluruh dan ketat sistem adaptif interaktif penting. Hal ini penting tidak hanya untuk mengevaluasi tetapi juga untuk memastikan bahwa evaluasi menggunakan metode yang tepat sejak metode yang salah dapat menyebabkan kesimpulan yang salah. Evaluasi sistem adaptif interaktif menantang karena sifat dari adaptivity dan implikasi yang adaptif sistem memiliki interaksi. Berbagai metode dan pendekatan dapat diterapkan dalam rangka untuk mengevaluasi sistem ini. Masalah pilihan mengenai metode evaluasi adalah sumber dari banyak kesulitan untuk evaluator pemula, dan bahkan untuk orang-orang ahli. Bahkan, keragaman metode evaluasi melibatkan kesulitan dalam pilihan yang paling tepat untuk evaluasi IAS tergantung pada kendala evaluasi tertentu. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Untuk mengatasi masalah ini, kami mengusulkan dalam makalah ini pendekatan pendukung keputusan untuk pilihan evaluasi metode berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP).

2.18.1.2.          Metode Evaluasi Interaktif Adaptif
   Sistem pertanyaan penelitian kami membahas pilihan metode evaluasi yang tepat, dengan mempertimbangkan kendala evaluasi tertentu (misalnya, sumber persyaratan, jenis IAS, dll). Dengan tujuan studi kelayakan, fokus akan berada di empat user- berpusat metode evaluasi yang digunakan dalam hubungannya dengan evaluasi berlapis IAS. Metode UCE akan terdaftar maka menurut lapisan adaptasi yang berbeda di mana mereka dapat terjadi. Empat metode UCE adalah: user-sebagai-penyihir, evaluasi heuristik, kelompok fokus, dan uji pengguna. Metode ini dianggap representatif. Perlu dicatat bahwa pendekatan yang diusulkan dapat digunakan dalam kasus metode evaluasi yang berbeda untuk sistem adaptif interaktif. Berikut sub-bagian menyajikan gambaran dari evaluasi berlapis dan empat metode evaluasi dianggap berpusat pengguna.
a.         Layered Evaluasi
Perbedaan penting antara evaluasi (non-adaptif) sistem adaptif dan teratur adalah bahwa evaluasi sistem adaptif tidak dapat mempertimbangkan sistem secara keseluruhan. Banyak peneliti merekomendasikan penggunaan pendekatan berlapis dalam menilai sistem adaptif interaktif. Pendekatan evaluasi ini tidak memperlakukan evaluasi sebagai proses "monolitik" melainkan membaginya menjadi lapisan. Setiap lapisan dari IAS mencerminkan tahap/komponen adaptasi; sehingga dievaluasi secara independen dari orang lain.



b.         Metode Relevan User-Centred Evaluasi
Metode Heuristic Evaluation, Focus Group, dan User Uji Metode evaluasi yang berpusat pengguna untuk sistem adaptif interaktif telah direkomendasikan oleh beberapa peneliti, di mana semua tahapan evaluasi dapat memberikan umpan balik untuk memodifikasi basis pengetahuan dari sistem itu sendiri. Metode UCE membantu evaluator untuk mendeteksi masalah nyata yang dihadapi oleh pengguna pada saat pelaksanaan tugas mereka dengan sistem. Banyak metode evaluasi yang berpusat pengguna telah diidentifikasi dalam IAS literatur (misalnya, wawancara, focus group, evaluasi heuristik, berpikir protocol keras, review ahli, desain paralel, walkthrough kognitif, penyihir simulasi oz, kuesioner, desain berbasis skenario, analisis tugas , dll). Seperti telah disebutkan, untuk studi kelayakan kita fokus pada empat metode UCE terkait dengan lapisan adaptasi sistem adaptif. Pendekatan yang diusulkan dapat digunakan untuk metode evaluasi IAS yang berbeda. Metode UCE yang dipilih adalah: user-sebagai-penyihir, evaluasi heuristik, kelompok fokus, dan uji pengguna.

2.18.1.3.          Sebuah Survei Yang Ada Sistem Pendukung Keputusan Dalam
Sistem pendukung keputusan disebutkan diusulkan untuk digunakan untuk reguler (non-adaptif) sistem. Studi yang ada tidak melaporkan yang metode evaluasi yang akan digunakan untuk konteks evaluasi spesifik sistem adaptif interaktif. Karena tidak ada penelitian telah membahas masalah ini sebelumnya, tujuan kami adalah untuk mengusulkan pendekatan pendukung keputusan yang akan memberikan bimbingan awal untuk evaluasi sistem adaptif interaktif. Untuk pengetahuan kita, pendekatan seperti itu tidak memiliki setara dalam evaluasi bidang sistem adaptif interaktif.

2.18.1.4. Uraian Pendukung Keputusan Diusulkan
Pendekatan memilih metode evaluasi yang tepat adalah sebuah keputusan penting untuk evaluator; belum keputusan seperti itu dapat menjadi pengganggu dengan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan. Dalam literatur IAS, ada keterbatasan pengetahuan untuk yang metode evaluasi sesuai untuk konteks interaksi yang berbeda. IAS evaluator perlu mengumpulkan hadir informasi dalam sumber yang berbeda dan memahami kesesuaian setiap metode dalam konteks evaluasi tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatasi semacam ini kelemahan dengan mengusulkan pendekatan pendukung keputusan untuk pilihan metode evaluasi yang cocok untuk sistem adaptif interaktif. Tujuan utamanya adalah untuk mengusulkan metode yang tepat yang dapat digunakan untuk evaluasi IAS dalam konteks evaluasi tertentu.

2.18.1.5. Mendukung Pilihan Evaluasi Metode      
Interaktif sistem adaptif berdasarkan AHP menggambarkan hirarki keputusan untuk pilihan metode evaluasi untuk konteks evaluasi khusus yang memiliki empat tingkat yang berbeda. Tujuan keseluruhan dari masalah keputusan bahwa "pilihan metode evaluasi yang tepat untuk sistem adaptif interaktif" diletakkan di tingkat atas dari hirarki (level 1). Tingkat menengah dalam hirarki menjelaskan kelompok kriteria untuk mempertimbangkan (level 2); Kriteria karakteristik pengguna telah dipecah menjadi tiga sub memperoleh bobot atribut yang cukup konsisten.

2.18.1.6. Kasus Studi pada AHP Pada Adaptif Hypermedia
Sistem Dalam rangka untuk menggambarkan efektivitas praktis dari pendekatan yang diusulkan, kami menunjukkan penggunaan metode bantuan AHP dengan membandingkan empat metode UCE dipertimbangkan. Kami menggambarkan pendekatan yang diusulkan dalam kasus dua konteks evaluasi. Hasil yang berbeda diusulkan sesuai dengan kendala evaluasi yang berbeda. Kepentingan relatif dari kriteria tergantung pada konteks di mana metode evaluasi akan digunakan.

2.18.1.7.Pembahasan
Dalam tulisan ini, kami menggunakan metode AHP untuk menentukan metode evaluasi sesuai untuk konteks evaluasi yang diberikan. Dalam konteks pertama, di mana evaluator harus memilih metode yang tepat untuk mengevaluasi seluruh sistem adaptive hypermedia, evaluasi heuristik ditemukan menjadi metode evaluasi yang paling tepat menangani situasi tertentu, sedangkan uji pengguna metode kedua cocok, kelompok fokus adalah metode ketiga, dan user-sebagai-penyihir adalah metode evaluasi terburuk. Menurut hasil yang diperoleh dalam konteks evaluasi kedua, kelompok focus adalah yang terbaik, sedangkan uji pengguna adalah yang kedua; pengguna-sebagai-penyihir dan evaluasi heuristik adalah metode kurang cocokevaluasi.; Metode evaluasi yang diusulkan berbeda dalam dua konteks ini tergantung pada kriteria keputusan, persepsi evaluator dari pentingnya setiap kriteria, dan alternatif yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Bahkan, studi kasus menunjukkan bahwa metode evaluasi yang berbeda cocok tergantung pada kendala evaluasi yang diberikan, meskipun metode ini mungkin tidak sesuai untuk konteks lain. Perlu dicatat bahwa pilihan metode evaluasi yang tepat untuk IAS sangat terkait dengan konteks di mana itu diterapkan. Seperti telah disebutkan, untuk studi kelayakan, hanya empat metode evaluasi dianggap sebagai alternatif meskipun fakta bahwa pendekatan bisa digunakan dalam kasus metode evaluasi yang berbeda untuk IAS. Perlu dicatat bahwa, jumlah yang lebih besar dari metode evaluasi memerlukan sejumlah besar penilaian dalam matriks perbandingan. Meskipun setiap evaluasi tunggal sangat sederhana, tugas perbandingan dapat menjadi memakan waktu.

2.18.2.   Penerapan Metode Kano pada Pengembangan Sumber Daya Manusia Sesuai Permintaan Kesadaran System e-Ebola
2.18.2.1. Pendahuluan         
Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi informasi (TI) kebutuhan perusahaan telah berkembang pesat. Kemajuan teknologi terbaru dan Industri 4.0 paradigma selanjutnya memanfaatkan perkembangan ini. Karena kompleksitas tinggi sistem TI modern, seperti perangkat lunak perusahaan yang kompleks, sebagian besar ini purdikejar dari perusahaan pemasok khusus. Namun, di mana-mana sistem TI dan meningkatnya nectedness interconsumber daya memerlukan terus meningkat risiko keamanan (ITS) IT. Studi terbaru mengungkapkan bahwa ers custom umumnya sangat prihatin tentang keamanan sistem dan data mereka dan karena itu mengharapkan tingkat tinggi ITS, sehingga atribut penting dari produk IT dan keunggulan kompetitif mungkin bagi pemasok. Untuk menjaga pelanggaran ITS bawah juga memerlukan pemasok untuk melakukan investasi yang lebih besar untuk pembangunan dan pelaksanaan yang efektif perlindungan ITS.

2.18.2.2. Latar Belakang Teoritis Dan Penelitian Hipotesis   
a. Teori Kano kualitas yang menarik
Dalam teori Kano kualitas yang menarik, yang Keberadaan atribut produk tertentu tidak selalu berarti tingkat yang lebih tinggi kepuasan pelanggan. Ry theo- mendalilkan bahwa hubungan antara atribut produk dan kepuasan pelanggan umumnya tergantung pada kebutuhan individu pelanggan. Sesuai- ingly, teori menganggap kedua penilaian pelanggan karakteristik fungsional atribut (yaitu, respon mereka ketika atribut tertentu hadir dalam produk) dan penilaian mereka disfungsi karakteristik fungsional atribut (yaitu, respon mereka ketika atribut tidak hadir ). Berdasarkan penilaian ini, atribut komoditasnya dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yang memenuhi berbagai jenis kebutuhan pelanggan dan karena itu mempengaruhi kepuasan pelanggan secara berbeda. Dasar, kinerja, canggih, acuh tak acuh, dan reverse atribut  atribut dasar adalah mereka yang mengarah ke ketidakpuasan ketika mereka tidak hadir tetapi tidak menghasilkan kepuasan ketika mereka hadir. Atribut dasar merupakan persyaratan minimal untuk pelanggan. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, pelanggan bahkan tidak akan perlu mempertimbangkan produk. Oleh karena itu, atribut dasar dapat diartikan sebagai masuk pasar "threshold". Contohnya, airbag mungkin atribut memenuhi persyaratan dasar untuk mobil. Kehadiran atribut kinerja mengarah ke tingkat proporsional kepuasan, dan ketiadaan mengarah ke tingkat proporsional isfaction dissat-. Misalnya, gas yang tinggi mileage (konsumsi bensin rendah) mungkin atribut kinerja untuk mobil, dan semakin tinggi jarak tempuh, semakin besar tion kepuasan. Atribut maju memiliki pengaruh yang terbesar pada kepuasan pelanggan tapi ketidakhadiran mereka tidak menyebabkan ketidakpuasan, karena pelanggan tidak mengharapkan atribut-atribut ini untuk hadir.
b.  Pengembangan Hipotesis
Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi pelanggan telah di- creasingly menyadari pentingnya peran ITS dalam sistem mereka. Permintaan serta pasar untuk mekanisme ITS terus berkembang. Dengan demikian, beberapa studi di adalah penelitian menganalisis pengamanan ITS dari sudut pandang ekonomi (dengan model optimalisasi investasi ITS). ITS merupakan masalah penting untuk organisasi pelanggan, dan berdasarkan evaluasi mereka dari perlindungan ITS, mereka gen- erally bersedia untuk melakukan investasi yang cukup besar untuk pelaksanaannya. Selain itu, karena evaluasi pengamanan ITS ditentukan oleh pelanggan yang berbeda persyaratan-persyaratan tertentu organisasi nasabah individu memiliki untuk perlindungan dari produk IT terhadap tertentu risiko-ITS ITS persyaratan perlindungan risiko yang sangat ditentukan oleh persepsi pengambil keputusan mereka dari risiko ITS. Dengan demikian, pelaksanaannya perlindungan ITS mungkin memiliki dampak yang berbeda pada kepuasan dan dikaitkan dengan berbagai tingkat WTP pelanggan. Oleh karena itu, kita berhipotesis:
H1: evaluasi Berbagai pengamanan ITS terkait dengan berbagai tingkat WTP pelanggan berikut:.
Berdasarkan teoretis dari teori Kano, lima kategori atribut dalam konteks perlindungan ITS dapat didefinisikan sebagai Dasar pengamanan ITS adalah perlindungan yang Keberadaan merupakan prasyarat untuk kepuasan pelanggan. Ketidakhadiran mereka menyebabkan ketidakpuasan karena ditujukan risiko ITS dianggap sebagai relevan dengan organisasi pelanggan, dan dengan demikian perlindungan ini mewakili minimal perlindungan (dasar) pelanggan risiko ITS ulang persyaratan. Namun, pelanggan tidak akan menunjukkan WTP tambahan untuk pelaksanaan iniITS, perlindungan karena pelaksanaannya adalah tion precondi- untuk mempertimbangkan adopsi produk IT. Kinerja pengamanan ITS menyebabkan ketidakpuasan jika tidak hadir, tetapi implementasinya memiliki efek
proporsional pada kepuasan pelanggan.

2.18.2.3.  Metodologi penelitian dan analisis data
a.  Identifikasi safeguard ITS
Untuk pra-studi, diskusi dilakukan menjadi- tween spesialis keamanan ITS dan perwakilan dari pemasok perangkat lunak perusahaan terkemuka. Ini dimulai dengan diskusi tentang definisi dari lima ITS safeguard kategori. Sejak termasuk terlalu banyak pengamanan ITS dalam penelitian kuantitatif negatif akan mempengaruhi tingkat respon, empat kriteria yang dianggap relevan untuk proses seleksi perlindungan ITS. Pertama, pengamanan ITS (berpotensi) harus relevan dengan berbagai organisasi pelanggan. Kedua, setidaknya satu upaya perlindunga ITS yang dianggap sebagai dasar oleh sebagian tomers cus- harus diwakili. Ketiga, perlindungan ITS yang sering dibawa oleh organisasi pelanggan dalam negosiasi dengan pemasok harus dimasukkan ke gath- Data er meliputi evaluasi pelanggan yang berbeda. Keempat, hal itu perlu bahwa prinsip-prinsip yang mendasari perlindungan yang dipilih harus dipahami oleh sebagian besar pelanggan yang disurvei. Akibatnya, enam penjaga aman-ITS diidentifikasi. Selanjutnya, kita prevalidated model pengukuran dan membahas vey sur- dikembangkan dengan dua praktisi IT dan tiga IS peneliti.

2.18.2.4. Diskusi
Tujuan dari penelitian ini adalah tidak hanya untuk meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana perlindungan ITS dilaksanakan di produk IT dievaluasi oleh organisasi pelanggan tetapi juga untuk memperluas pengetahuan kita tentang dampak yang berbeda ITS evaluasi perlindungan pada nasabah terkait WTP. Memahami ini trade-off untuk risiko vs biaya di sisi pelanggan akan memungkinkan pemasok TI untuk mengoptimalkan pengambilan keputusan tentang investasi dalam mengembangkan dan melaksanakan pengamanan ent berbeda dalam produk mereka. berdasarkan studi empiris skala besar dan wawancara bersifat kualitatif, kami mampu menunjukkan bahwa kesesuaian suatu perlindungan ITS yang im- dah dimasukkan ke dalam sistem IT dapat dirasakan secara berbeda oleh organisasi pelanggan yang berbeda. Dalam ini secara khusus, sangat sama safeguard ITS mungkin kebutuhan dasar bagi perusahaan satu pelanggan tapi dinilai sebagai kontraproduktif dengan yang lain. Kami menunjukkan bahwa evaluasi heterogen umumnya terkait dengan berbagai tingkat WTP pelanggan. Pelanggan bersedia untuk berinvestasi lebih banyak uang ketika mereka melihat sebuah perlindungan ITS sebagai lebih fungsional dari nasional yang terganggu (yaitu, canggih, kinerja, atau dasar). Dalam trast con, ketika sebuah perlindungan ITS dianggap sebagai ent indiffer- atau lebih disfungsional dari fungsional (yaitu, reverse), pelanggan menunjukkan tingkat signifikan lebih rendah dari WTP untuk pelaksanaannya. ketidakpuasan ketika mereka tidak dilaksanakan, tetapi memiliki dampak yang lebih besar pada kepuasan ketika mereka dilaksanakan. Perlindungan ITS yang ed terutama evaluat- kinerja harus lebih ditingkatkan dengan pemasok, tergantung pada biaya dan pelanggan WTP. Pengaruh pengamanan ITS di Q3 pada kepuasan pelanggan dan ketidakpuasan keduanya bawah rata-rata. Dengan demikian, penghapusan pengamanan ITS di Q3 memiliki potensi untuk sangat mengurangi biaya bagi pemasok karena pelanggan tampaknya sebagian besar di- berbeda tentang pelaksanaannya. Pengamanan ITS di Q4 (otentikasi multifaktor, enkripsi data penuh, dan sertifikasi dalam contoh kita) memiliki potensi atas rata-rata untuk menghasilkan kepuasan. Dari perspektif pemasok ', perlindungan tersebut karena memiliki potensi untuk menghasilkan pandang ad- kompetitif. Jika pengamanan ITS dianggap terutama sebagai acuh tak acuh atau lanjutan harus mempertimbangkan kembali pelaksanaannya.

2.18.2.5. Keterbatasan, Penelitian Masa Depan, Dan Con- Pencatuman
Tiga keterbatasan penelitian jasa tion pertimbangan ini. Pertama, kami menganalisis bagian dari penjaga produk IT aman-. Penelitian masa depan dapat memperkaya hasil penelitian kami dengan empiris menyelidiki evaluasi jumlah yang lebih besar dari langkah-langkah pengamanan. Kedua, penelitian kami berfokus pada penilaian eselon atas untuk penjaga aman-ITS. Bahkan jika pembuat keputusan ini pada akhirnya bertanggung jawab untuk organisasi 'IT dan memicu keputusan akhir, manajer dan karyawan lainnya mungkin terlibat juga dan dengan demikian mempengaruhi organisasi keputusan IT. Oleh karena itu, kami mendorong penelitian di masa depan untuk menyelidiki proses manajemen TI secara mendalam pada tingkat hirarki yang berbeda dari organisasi. Ketiga, penelitian kami adalah cross-sectional dan statis. Kami tidak belajar para pengambil keputusan 'ITS evaluasi safeguard longitudinal dan dengan demikian tidak mempertimbangkan pengaruh waktu pada persepsi perlindungan ITS. Hal ini ceivable con- bahwa perlindungan ITS mungkin dipandang sebagai acuh tak acuh atau maju di awal tapi kemudian, setelah periode waktu tertentu, datang untuk dianggap sebagai kinerja yang atau dasar, misalnya, karena organisasi telah menjadi sadar akan ditujukan risiko ITS atau per- perubahan usaha yang dirasakan. Penelitian masa depan harus mengeksplorasi dinamis ini juga. Studi-studi ini mungkin juga meneliti efek dari potensi kesalahan dalam penilaian tersebut de- pembuat eksisi 'risiko ITS dan oritization primer ITS persyaratan perlindungan risiko untuk melakukan analisis kinerja importance- sesuai. Selain itu, potensi cedents pra- evaluasi safeguard ITS juga harus dimasukkan dalam studi ini. Perlindungan risiko ITS ulang persyaratan yang mungkin dipengaruhi tidak hanya oleh per- yang rima risiko ITS tetapi juga oleh faktor-faktor lain (misalnya, persyaratan hukum atau pemangku kepentingan lainnya).


[1] Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian (Medan: USU Press, 2014), hlm. 24-25.
[2] Ibid, hlm. 168-180.
[3] Nugraha Setiawan, Penentu ukuran sampel menggunakan rumus slovin dan table krejcie-morgan. (unpad. 2009). Hlm 3-4.
[4] Sandy Kosasi, S.E.,M.M., Sistem Penunjang Keputusan 2002.hal 83
[5] Rizky Amalina, analisis pengaruh kualitas produk, daya tarik iklan, dan persepsi harga terhadap minat beli konsumen pada produk ponsel nokia (studi kasus pada masyarakat di kota semarang) analisis pengaruh kualitas produk, daya tarik iklan, dan persepsi harga terhadap minat beli konsumen pada produk ponsel nokia (studi kasus pada masyarakat di kota semarang). 2011. Hlm 35-36
[6] Fandy Tjipjono. Prinsip-Prinsip Total Qualy service.1997, 15-16.
[7] Sandy Kosasi.op.cit, hlm 86-90.
[8] Sandy Kosasi,. op.cit. hlm 90.
[9] Sukaria Sinulingga, Op.cit., Hlm. 192-195.
[10] Ibid, hlm. 205-215.
[11]Kriswanto Widiawan, Pemetaan Preferensi Konsumen Supermarket dengan Metode Kano Berdasarkan Dimensi Servqual, (online), diakses dari http://jurnalindustri. petra.ac.id/index.php/ind/article/download/16219/16211, pada tanggal 4 Maret 2016 pukul 22.05.
[12]Jonatham Ssrwono, “Mengubah Data Ordinal ke Data Interval dengan Metode Suksesif
Interval”, diakses dari http://www.jonathansarwono.info/teori_spss/msi.pdf pada tanggal 01
Maret 2016 pukul 16.00
[13]Ibid, hlm 257
[14] Anonim, “Analisis Tingkat Kerusakan Pasar”, diakses dari http://id.scribd.com/doc/86847202/Analisis-Tingkat-Kerusakan-Pasar  (6 Maret 2016)
[15]Rifai Aji Wibowo, 2010, Perancangan Model, diakses pada http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/133048-T%2027834-Perancangan%20model Tinjauan%20literatur.pdf
[16] Mindo Mora, 2009, Analisis Sensitivitas Dan Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (Ahp), diakses pada http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14094/1/09E02731.pdf.

No comments:

Post a Comment